Tol Cipularang, telah sering menelan korban jiwa dalam beberapa
kecelakaan mobil. Mitos seputar tol itu pun banyak menyebar luas.
Berikut fakta dan mitos tol tersebut. Menurut pengamat otomotif dan
Pendiri & Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDCC)
Jusri Pulubuhu, terdapat beberapa mitos dan fakta mengenai tol ini.
Pertama, jalan tol merupakan jalan bebas hambatan di mana
pengemudi bisa melaju dengan aman. Namun tidak pada tol Cipularang.
Jalan tol ini memiliki banyak rintangan seperti tikungan dengan derajat
ketajaman bervariasi hingga kilometer tertentu dengan sudut hingga 80
derajat.
Selain itu, terdapat turunan dengan sudut hingga 30 derajat. Lintasan
yang ada melengkung dan pada musim hujan, banyak terdapat genangan air.
Terdapat pula dorongan angin samping pada celah antara bukit-bukit.
Kedua, ukuran tinggi dan besar kendaraan tidak mempengaruhi cara
orang mengemudi. Makin tinggi bentuk kendaraan, kualitas kestabilan pada
kecepatan tinggi akan berkurang. Makin besar bentuk kendaraan, makin
berat kendaraan itu dan akan mempengaruhi momentum inersia kendaraan
yang membuat jarak pengereman menjadi panjang.
Berat kendaraan akan mempengaruhi gaya melebar atau menyamping yang
terjadi saat menikung. Makin besar kendaraan makan makin besar haluan
atau makin besar radius putar kendaraan itu.
Ketiga, jarak pengereman tak dipengaruhi bentuk dan berat
kendaraan melainkan sistem pengereman kendaraan itu sendiri. Jarak
pengereman ditentukan enam faktor variatif, termasuk kondisi dan
perilaku pengemudi, kondisi kendaraan, bobot kendaraan, kecepatan
kendaraan, kondisi lintasan serta cuaca.
Keempat, mayoritas penyebab ban pecah dijalan tol adalah akibat
tekanan angin yang berlebih. Tekanan angin berlebih tak membuat ban
mudah pecah hanya mempengaruhi traksi ban pada permukaan jalan.
Tekanan angin yang kurang dari rekomendasi pabrik ban akan membuat bahan
pada dinding ban mengalami keletihan berat akibat elastisitas ban
terlalu ditekan disbanding pada tekanan angin normal.
Kelima, mengemudi di lintasan menurun di kecepatan tinggi tak ada
bedanya dengan mengemudi di lintasan datar. Mengemudi di kecepatan
tinggi di lintasan menurun berisiko tinggi kecelakaan. Hal ini
dikarenakan terjadinya perubahan pusat gravitasi dan distribusi bobot.
Di kecepatan tinggi, kendali kendaraan menjadi sangat sensitif dan
gaya-gaya yang tak diharapkan bisa mudah terjadi. Pada saat kendaraan
bergerak tak sesuai keinginan pengemudi, respon pengemudi sering spontan
tanpa diawali proses analisa logika dan hal inilah yang mengawali
petaka.
Keenam, karena lancar dan tak padat, potensi kecelakaan dijalan
tol lebih ringan dibanding dijalan biasa. Risiko kecelakan malah lebih
besar. Hal ini dikarenakan lancar membuat pengemudi cenderung memacu
kendaraan dengan kecepatan tinggi. Alhasil, momentum yang dihasilkan
jauh lebih besar dan kendaraan akan sulit dikendalikan.
Ketujuh, mengemudi di jalan tol tak memerlukan konsentrasi yang
lebih tinggi disbanding di jalan biasa. Secara umum, kondisi jalan tol
lebar, lancar, kecepatan tinggi dan monoton. Terdapat risiko kecelakaan
masif dan hal ini butuh konsentrasi lebih dibanding di jalan biasa. Hal
ini menyebabkan mudah letih, kewaspadaan menurun, hasrat untuk memacu
kecepatan melebihi kemampuan kendaraan dan pengendara akan lebih tinggi.
Kedelapan, kecepatan kendaraan tak mempengaruhi kestabilan
kendaraan. Tiap pergerakan kendaraan akan menimbulkan momentum dan gaya
sentrifugal. Makin besar momentum dan gaya sentrifugal yang terjadi,
kestabilan kendaraan akan makin berkurang dan mudah bergerak liar
seperti terjadinya selip.
Kesembilan, saat menghadapi masalah, tindakan pertama adalah
mengerem. Menyikapi masalah saat mengemudi harus diawali proses analisa
serta keputusan kemudian eksekusi secara cepat dan tepat. Mengerem bukan
selalu menjadi tindakan pertama karena jika dilakukan di tempat dan
waktu yang salah, hal ini bisa menimbulkan masalah.
Kesepuluh, pada kecepatan tinggi di atas 80km/jam di lintasan
menurun, saat ban depan mobil pecah, tindakan jitu adalah ‘mengerem’
agar kendaraan terkontrol. Pada kondisi ini, pusat gravitasi dan
distribusi bobot berpindah ke depan. Hal lain yang perlu diperhatikan,
kendali kendaraan ada pada roda depan.
Jika pengereman terjadi mendadak, beban roda depan yang bannya pecah
akan lebih besar dan menimbulkan gaya tarik ke arah sisi roda yang pecah
itu. Kesulitan pun muncul dan jika tak dapat disikapi dengan tepat,
malapetaka menanti. Sebaiknya jangan panik, jangan mengerem dan tahan
kecepatan sesaat bagi kendaraan dengan pusat gravitasi rendah.
Jangan mengerem dan naikkan kecepatan 10km/jam sesaat bagi kendaraan
dengan pusat gravitasi tinggi. Kemudian arahkan kendaraan sesuai arah
lintasan dan tahan kemudi dengan kuat dan erat. Ketika kondisi sudah
mulai terkendali, kurangi kecepatan secara bertahap dan arahkan
kendaraan ke lintasan yang aman.
Kesebelas, pada kecepatan tinggi di atas 80km/jam di lintasan
menurun & menikung dan kendaraan terasa oleng, tindakan jitu yang
harus diambil adalah mengerem tajam agar terkendali. Pada kondisi ini,
pusat gravitasi dan distribusi bobot berpindak ke depan dan kendali
kendaraan ada di roda-roda depan.
Keduabelas, di kecepatan tinggi di lintasan menikung, cara
mengemudi tak ada bedanya dengan lintasan menikung lainnya. Pada
prinsipnya, saat kendaraan melaju kencang, tingkat kestabilan kendaraan
berkurang dan menjadi makin sensitif. Momentum dan gara sentrifugal
makin besar dan sulit dikendalikan. Siasati dengan mengurangi kecepatan
sejak kendaraan di lintasan lurus dan jangan lakukan perlambatan di
lintasan menikung serta pertahankan kecepatan.
Ketigabelas, keletihan disikapi dengan mengunyah permen, merokok,
dan berbicara dengan penumpang. Keletihan disebabkan akumulasi kurang
tidur, lembur, atau sedang sakit. Cara-cara tersebut tak akan membantu
banyak. Pada kondisi ini, kemampuan interpretasi akan menurun dan
kontrol anggota tubuh akan melambat. Sebaiknya berhenti dan tidur
beberapa saat. Hal ini akan membatu kebugaran Anda.
Keempatbelas, alasan relatif sepi dan lampu mobil terang,
mengemudi ke luar kota di malam hari jauh lebih aman dibanding siang
hari. Sesuai jam biologis tubuh manusia atau circadian rhythm, malam
diciptakan untuk tidur manusia. Seterang-terangnya lampu jalan dan
kendaraan, jauh lebih terang saat siang hari. Di Indonesia, tak semua
pemakai lalu lintas menggunakan penerangan yang laik. Kondisi dan
situasi sepi memicu pengendara terlena.
Kelimabelas, kopi dapat membantu menghilangkan kantuk dan letih.
Kopi hanya menstimulasi organ tubuh yang membuat jantung berdetak lebih
cepat dan membuat orang terjaga sesaat namun hal ini akan mengurangi
stamina dan kantuk pun bisa cepat muncul lagi. Saat organ tubuh dipicu,
stamina melorot dan pengemudi pun sering berhenti untuk buang air kecil.
Keenambelas, mengemudi dengan kecepatan sangat pelan di bawah
kecepatan rata-rata jauh lebih aman dibanding kecepatan tinggi. Hal ini
sangat berbahaya. Kendaraan harus disesuaikan kecepatan lalu lintas yang
ada dan perbedaan signifikan kecepatan tak disarankan karena
membahayakan diri sendiri dan pengendara lain.