Dari produk obat kuat sampai elektronik. Berbahaya bagi tubuh.
Menteri Perdagangan, Gita
Wirjawan risau. Sepanjang 2012 ribuan produk tak layak pakai membanjiri
pasar Indonesia. Jumlahnya berlipat tajam, akibat tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia yang tinggi.
Kecemasan Gita Wirjawan
memiliki dasar. Pada 2011 lalu, Direktorat Jenderal Standarisasi dan
Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan mencatat hanya ada 28
produk tidak berkualitas yang ditemukan, termasuk obat kuat dan jamu
yang tidak jelas asal usul, dan mengandung zat kimia berbahaya bagi
tubuh.
Sedangkan pada 2012, saat ia menjabat sebagai Menteri
Perdagangan, tercatat lebih dari 3.000 produk tidak layak pakai masuk
Indonesia, termasuk barang elektronik yang tidak punya kartu garansi,
ataupun layanan purna jual di Indonesia. Barang-barang itu masuk ke
Indonesia secara ilegal.
Banyaknya produk tak layak tersebut
disebabkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Hal itu
menggoda para importir dan produsen untuk memasukkan barang-barangnya ke
Indonesia. Termasuk barang yang bermutu rendah.
Bagi produsen,
prinsipnya satu, barang tersebut dapat dijual murah dengan kuantitas
yang banyak. Pada 2013, Gita tidak ingin kebobolan lagi. Mantan Kepala
BKPM ini meresmikan Sistem Pengawasan Perlindungan Konsumen (SISWAS-PK)
dan Layanan Informasi Perlindungan Konsumen.
Kedua program ini,
dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan publik, terutama para konsumen
akhir. "Sistem perlindungan konsumen harus disebarluaskan kepada
masyarakat," ujar Gita Wirjawan, didampingi Dirjen Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen, Nus Nuzulia Ishak, di Kemendag, Jakarta, Rabu 16
Januari 2013.
Gita bersama dirjen SPK menemukan tiga ribu produk
tidak layak pakai di pasar Indonesia. Produk-produk tersebut mengandung
formalin, gampang pecah, dan mudah terbakar. Untuk itu, dirasa perlu
memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Kemendag, menurut dia,
juga mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal
peningkatan perlindungan konsumen, mengembangkan suatu sistem
perlindungan konsumen seperti SISWAS-PK yang menjadi akses konsumen
untuk mengadukan produk-produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan
pelaku usaha.
Selain itu, sistem ini diharapkan dapat memudahkan
konsumen untuk melakukan pengaduan barang dan jasa yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, meningkatkan pemahaman konsumen terhadap barang dan
jasa yang sesuai, dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Termasuk, meningkatkan pemahaman mengenai hak
dan kewajiban konsumen, memudahkan pelaksanaan pengawasan barang yang
beredar dan jasa, serta memudahkan monitoring dan evaluasi tindak lanjut
pengaduan konsumen.
Bagaimana caranya? masyarakat yang ingin mengadukan barang-barang dengan kualitas buruk dapat mengakses situs
http://siswaspk.kemendag.go.id.
Konsumen yang dirugikan mengisi formulir yang telah disediakan dan
Kemendag menjamin kerahasiaan identitas. Setelah formulir masuk maka
sistem akan mengelompokkan pengaduan konsumen dan didistribusikan kepada
dinas terkait.
Sementara itu, Layanan Informasi Perlindungan
Konsumen digunakan sebagai sarana edukasi dan akses informasi para
mahasiswa serta masyarakat mengenai penyelenggaraan perlindungan
konsumen di Indonesia.
"Sering kali kemasan komunikasi salah
kaprah. Peran kawan-kawan perguruan tinggi penting sekali membantu
menjembatani komunikasi," ujar Gita.
Kemendag menunjuk delapan
universitas di Indonesia untuk meresmikan Layanan Informasi Perlindungan
Konsumen, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Islam Indonesia,
Universitas Tarumanegara, Institut Pertanian Bogor, Universitas Katolik
Parahyangan, Universitas Diponegoro, Universitas Padjajaran, dan
Universitas Hasanudin.
Gita menjelaskan, pemilihan tempat di
perguruan tinggi merupakan sarana yang tepat manfaat sebagai agen
komunikasi jika dilihat dari eksistensi, fungsi, dan pengaruhnya di
lingkungan. "Sebagai masyarakat yang
well educated, mahasiswa diharapkan menjadi jembatan untuk memotivasi lingkungannya agar menjadi konsumen cerdas yang
well informed," tuturnya.
Sanksi beratKetua
Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Husna Zahir,
menyambut baik langkah Kementerian Pergadangan. Tindakan pemerintah akan
membuat masyarakat memiliki berbagai akses pengaduan konsumen.
"Ini
juga mendorong berbagi institusi ataupun perusahaan lainnya untuk
membuka akses masyarakat menyampaikan keluhannya," katanya saat
dihubungi
VIVAnews.
Ia mengakui belum tahu bagaimana
sistem pengawasan dan perlindungan konsumen milik Kemendag ini bekerja,
namun ia menyarankan agar masyarakat diberikan
feedback setelah melakukan pengaduan.
"Pemerintah
harus transparansi dalam menangani dan menjelaskan sejauh mana
pengaduan masyarakat dilanjuti oleh pemerintah," katanya.
Ia juga
setuju dengan langkah Gita Wirjawan yang menggandeng mahasiswa dalam
pengawasan perlindungan konsumen dengan membuka Layanan Informasi
Perlindungan Konsumen di delapan universitas di Indonesia.
"Mahasiswa
mempunyai peran besar untuk meneruskan dan mengedukasi masyarakat
terkait hak-hak dan perlindungan mereka sebagai konsumen," katanya.
Ia
berpesan agar semua laporan dari masyarakat ditindaklanjuti dengan
memberikan hukuman berat bagi oknum nakal yang secara sengaja memasukkan
barang bermutu rendah dalam pasar Indonesia. Hukuman itu akan
memberikan efek jera kepada oknum nakal yang merugikan konsumen.
"Jika ada sanksi hukum yang menjerakan, hal yang merugikan konsumen akan turun," katanya.