Selamat Datang di Website blogger Jhon Demos Silalahi

22 Jan 2013

Torpedo Sting Ray Korvet Nakhoda Ragam


Welcome Nakhoda Ragam. Tiga korvet Nakhoda Ragam Class buatan Inggris, segera bergabung dengan Angkatan Laut Indonesia setelah dibeli seharga 380 juta USD dari Galangan Kapal Lursen Jerman. Pakistan sempat berminat membeli 3 korvet itu, namun batal karena harganya tidak bisa turun dari 300 juta USD.
Ada sesuatu yang menarik dari 3 korvet Nakhoda Ragam Class yang bersandar di Galangan Kapal Lursen Jerman. Rudal-rudal kapal perang itu, sudah tidak ada, hanya meninggalkan peluncur saja.
Salah satu peluncur yang menarik perhatian adalah torpedo Sting Ray launcher, anti-kapal selam.
Torpedo Sting Ray dan Spearfish merupakan senjata andalan Angkatan Laut Inggris. Tahun 2009 lalu, Menteri Pertahanan Inggris menandatangani kontrak seharga 615 juta USD dengan BAE Systems Insyte Inggris, untuk pengadaan dan perawatan torpedo Sting Ray dan Spearfish Royal Navy selama 10 tahun ke depan.
”It covers all aspects of support and maintenance, as well as Spearfish development and upgrade work”, ujar petinggi BAE Systems Insyte.


Torpedo Sting Ray Inggris

Sting Ray torpedo kelas ringan yang diinstal di kapal perang Inggris, helikopter Lynx dan Merlin, serta Pesawat Patroli Maritim Nimrod. Versi terbarunya adalah Sting Ray Mod 1.
Adapun Spearfish merupakan torpedo kelas berat dengan kecepatan 80 knot yang diinstal di seluruh kapal perang Inggris, termasuk: SSN Swiftsure, Trafalgar, Astute (attack boats class) dan SSBN Vanguard yang juga mengusung rudal nuklir.
Negara lain pengguna torpedo Sting Ray adalah Norwegia yang juga Anglo Saxon. Norwegia melengkapi kapal perang dan helikopternya dengan torpedo Sting Ray Mod 1. Norwegia memilih rudal ini karena memiliki kemampuan integrasi ke dalam platform sistem senjata permukaan dan udara dan Sting Ray dirancang untuk menghantam semua jenis kapal selam.
Selain Inggris dan Norwegia, Sting Ray juga digunakan oleh Angkatan Laut Thailand, karena dinilai cocok digunakan untuk laut yang dangkal.
Inggris menjualnya ke Brunei karena bagian negara persemakmuran dan membutuhkan pertahanan yang handal akibat teritori negara yang kecil dan tidak dianggap ancaman.


Sting Ray di Helicopter

Namun di tengah jalan, Inggris dan Brunei bersengketa tentang pembangunan 3 korvet tersebut. Pengadilan Arbitrase Internasional memenangkan gugatan Inggris, sehingga Brunei harus membayar 3 korvet yang telah dipesan.
Brunei membayarnya tapi tidak mau menggunakan korvet tersebut dengan cara menjualnya ke galangan kapal Lursen Jerman. Karena Brunei menolak membawa pulang Korvet Nakhoda Ragam Class, Inggris pun mencabut rudalnya.

Helikopter Merlin Tembakkan Sting Ray

Yang menjadi persoalan apakah Inggris mau menjual Sting Ray Mod 1 ke Indonesia ?. Kira-kira apa reaksi dari negara negara persemakmuran yang mengelilingi Indonesia seperti: Malaysia, Australia, Singapura dan Brunei Darussalam ?.
Semoga Inggris mau menjual Sting Ray ke Indonesia. Jika tidak, Indonesia terpaksa mencabut peluncur rudal tersebut.
Persoalan lain adalah, korvet ini belum pernah melakukan uji tembak rudal, baru sebatas sea trial. Brunei menggugat korvet tersebut, saat masih tahapan sea trial. Bagaimana jika rudal yang ditembakkan meleset. Siapa yang bertanggung jawab ?


Nakhoda Ragam Class di Lursen Jerman

Lursen Jerman menjual ketiga korvet dengan kondisi apa adanya, “kosongan”, tanpa rudal. Untuk itu pemerintah mengalokasikan 80 juta USD untuk repowering dan up-grade ketiga korvet Nakhda Ragam Class. Jika sudah diupgrade dan dipersenjatai, siapa pula yang bertanggung jawab, untuk membawa 3 korvet Nakhoda Ragam ke tanah air ? Welcome Nakhoda Ragam.

Teknologi Kendali Roket TNI AU

Alutsista lainnya yang menarik perhatian di Indo Defence 2012  adalah smart bom BP-250 buatan Litbang TNI AU.  Menurut petugas Booth Litbang TNI-AU,  bom BP-250 kosong ini merupakan bom udara ke darat yang kordinat targetnya bisa diatur.  Dengan demikian bom ini bisa membidik sasaran darat  lebih akurat, walau remote targetnya hanya beberapa kilometer.  Ini artinya teknologi bom Indonesia sudah mengalami sedikit kemajuan untuk urusan kendali/ guidance-nya.


Bom Pintar BP-250 TNI AU

Selain Bom Pintar udara ke darat, Litbang TNI AU juga mengembangkan roket darat ke udara.  Dua roket darat ke udara itu dipamerkan TNI AU.
Saya sempat bertanya ke petugas Litbang TNI AU, apa yang bisa dilakukan roket ini jika ditembakkan ke udara tanpa kemampuan guidance ?. Dia mengatakan, memang tidak ada yang bisa dilakukan, apa lagi untuk membidik sasaran bergerak di udara.  Namun setidaknya Litbang TNI AU telah mampu membuat roket serangan darat ke udara. Tahap berikutnya adalah riset terhadap kemampuan kendali roket tersebut, sehingga roket berubah menjadi peluru kendali alias missile.
Tidak jauh dari booth Litbang TNI AU, Lapan juga memamerkan roket RX-550.  Nasibnya sama saja dengan roket Litbang TNI AU, belum memiliki kemampuan guidance. Alhasil roket RX-550 Lapan tersebut sepi dari pengunjung  dan yang menjadi primadona adalah MBT Leopard Revo Rheinmetall Defence.
Saya sempat bertemu salah satu petinggi LAPAN pada tahun 2004. Persoalan Lapan saat itu adalah bagaimana membuat diameter roket yang lebih besar serta membuat guidance roket. Dan kini, diameter roket yang lebih besar telah berhasil dibuat dari RX 420 menjadi RX 550. Namun teknologi kendali roket belum juga ditemukan.
Salah satu harapan yang cukup optimis muncul dari penuturan Litbang TNI AU di Indo Defence 2012. Menurutnya  roket dengan kemampuan kendali darat ke udara, akan terwujud pada tahun 2013.  ”Wah…optimis sekali Pak ?, ujar saya”. Ya..kita akan membuatnya di tahun 2013 nanti.  Ayo TNI AU, berlarilah dengan kencang dan terbang bagaikan rajawali, menguasai dirgantara Indonesia.

Bandara Perbatasan Tampung Hercules

 
Indonesia terus memperkuat pasukan dan infrastruktur di perbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Timur. Mabes TNI Cilangkap memerintahkan Pangdam VI Mulawarman Mayjen Subekti mengerahkan Detasemen Zeni Tempur Kodam VI, untuk membangun dan menambah panjang landasan, tiga bandar udara di perbatasan Indonesia-Malaysia.
“Kita hendak pastikan agar pesawat Hercules bisa mendarat di bandara-bandara tersebut,” ujar Pangdam VI Mulawarman.
Ketiga bandara yang akan renovasi: Bandara Long Bawan – Nunukan, Bandara Long Ampung di Kayan Selatan – Malinau, serta Bandara Datah Dawai di Long Lunuk – Long Pahangai, Kutai Barat. Ketiga Bandara memiliki panjang sekitar 900 meter dan lebar 23 meter.


Zeni Tempur Renovasi Bandara

Tiga bandara itu akan diperpanjang dua kali lipat atau setidaknya 1600 meter. Pesawat pengangkut pasukan bersenjata lengkap dan kargo udara Hercules C130 berkapasitas penuhnya (70 ton) memerlukan panjang landasan 1.100 dan lebar 30 meter, untuk lepas landas maupun mendarat. “Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan jadi pengelola ketiga bandara tersebut”, ujar Pangdam Mulawarman 04/2012.
Untuk perpanjangan landasan pacu tersebut, pemerintah menyiapkan dana Rp 120 miliar untuk Bandara Long Bawan, Rp 130 miliar untuk Bandara Long Apung, serta Rp 150 miliar untuk Bandara Datah Dawai.
TNI membutuhkan ketiga bandara itu karena memiliki posisi strategis pertahanan keamanan. TNI hendak memastikan pasukan bisa dengan cepat digerakkan ke perbatasan dengan Malaysia, jika terjadi konfrontasi.


Runaway Bandara Long Ampung

Pemerintah telah meninggalkan gertak sambal atau diplomasi melalui meja perundingan semata, di saat Malaysia terus mengutak-atik perbatasan RI. Jadi saat ini TNI tidak hanya bisa menerjunkan pasukan di perbatasan, tetapi bisa juga mendaratkan pasukan beserta peralatan tempurnya atau menjemputnya.
Apabila sudah dikembangkan, selain Hercules, pesawat sekelas Airbus 130 atau Boeing 737ER berpenumpang 150 orang bisa mendarat di tiga bandara tersebut.
Renovasi 3 bandara diperbatasan, juga untuk memperlancar distribusi barang serta orang. Kelancaran itu diharapkan menekan harga barang serta mengurangi keterisoliran dari dunia luar. Proyek ini, kata dia, dijadwalkan selesai seluruhnya tahun 2013.


Bandara Long Bawang

Kini Hercules C 130 TNI AU sedang melakukan perbaikan berat di Amerika Serikat, sebagai program hibah atas kerjasama TNI dengan US Army. Sebagian Hercules telah tiba di Tanah Air. Angkatan Udara Australia, RAAF juga menghibahkan 4 Hercules untuk Indonesia. Selain mengembangkan 3 bandara, TNI juga telah mengganti pasukan dan menempatkan Kostrad dan Marinir di sepanjang pebatasan dengan Malaysia. Sementara Kopassus dengan ekspedisi khatulistiwa, sedang memeriksa semua perbatasan RI – Malaysia, serta mempelajari lokasinya. Memahami lokasi pertempuran, setengah dari memenangi pertempuran.

AH 64 Apache & Meriam 155 Caesar Kalimantan

Meriam 155mm Caesar Indonesia

Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo sedang mendatangkan meriam 155mm Caesar buatan Prancis, serta laras panjang lainnya, untuk pasukan Kodam XII/Tanjungpura, dalam menjaga perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan Barat. Untuk tahap awal, Kodam XII/Tanjungpura akan dilengkapi satu Batalyon Altileri Medan dengan mengusung sekitar 30 meriam 155mm Caesar. Hal ini disampaikan KASAD saat mengunjungi Makodam XII/Tanjungpura, Pontianak.
Meriam 155mm Caesar adalah self-propelled howitzer bergerak, yang dipasang di atas truk Unimog 6×6. Dengan pengisian proyektil otomatis, meriam 155mm ini siap menembakkan 18 munisi dalam hitungan menit.


Howitzer 155mm Caesar

Howitzer Caesar dioperasikan oleh 3 hingga 5 kru dan bisa diangkut pesawat C130 Hercules untuk digerakkan dengan cepat. Di jalan beraspal, howitzer ini melaju hingga kecepatan 100 km/ jam. Sementara di medan off-road 50km/jam. Meriam otomatis ini memiliki jarak tembak 42 km (munisi ERFB) atau 50 km untuk munisi roket Batalyon Armed Caesar 155mm, bertugas sebagai supporting Batalyon Kavaleri yang membawa MBT Leopard 2A6. Pada tahap awal Kavaleri ini akan diperkuat 40 MBT Leopard 2, dipadukan dengan puluhan light tank lainnya. Batalyon kavaleri ini akan ditempatkan di kabupaten Bengkayang.



Kodam XII/Tanjungpura bertugas mengamankan wilayah Kalimantan Barat dan Tengah. Sementara Kodam VI/Mulawarman menjaga wilayah Kalimantan Timur dan Selatan.
Untuk mengamankan perbatasan Kalimantan Timur, Kodam VI Mulawarman akan dilengkapi peluncur roket multi laras MLRS. Kini Kodam Mulawarman sedang membangun pangkalan MLRS di wilayah Berau Kalimantan Timur. MLRS yang akan mereka gunakan kemungkinan HIMARS dan Roket Pindad.
Kodam Mulawarman juga akan disuport satuan Skuadron Helikopter Serbu. Informasi terakhir, Skuadron ini akan diisi Helikopter AH 64 Apache.


AH 64 Apache

Boeing AH-64 Apache merupakan helikopter serbu bermesin ganda dengan tandem cockpit untuk dua kru. Helikopter ini memiliki nose yang dilengkapi piranti sensor untuk mengakusisi posisi target, serta kemampuan perang malam (night vision). AH-64 Apache dipersenjatai M230 Chain Gun 30mm, misil AGM-114 Hellfire serta Hydra 70 rocket pods yang diinstal di 4 sayapnya. Apache dilengkapi berbagai peralatan perang canggih, untuk menjaga kehandalannya dalam bertempur.



“Pengadaan delapan unit helikopter tempur jenis Apache bukan karena ditawarkan begitu saja oleh pihak Amerika kepada pemerintah Indonesia. Rencana pembelian itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan Indonesia”, ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
Kodam VI Mulawarman akan menggelar latihan pertempuran besar-besaran di Samboja, Semoi dan Sepaku Penajam pada awal bulan September 2012. Latihan ini untuk melihat kemampuan prajurit menggunakan peralatan tempur baru, sistem integrasi antar pasukan, serta menyusun berbagai strategi tempur.

Seasprite TNI AL, Helikopter Tersisih

Helikopter Seasprite

Pemerintah tampaknya telah kepincut untuk membeli helikopter Seasprite, demi memperkuat skuadron helikopter TNI AL. Tahun 2012 ini, akan tiba 6 helikopter Seasprite dilengkapi senjata antikapal selam, serta lima Seasprite yang dipersenjatai antikapal permukaan. Tambahan alutsista ini akan mengisi kelemahan yang dimiliki kapal TNI AL. “Helikopter merupakan ‘mata’ dan’telinga’ dari kapal tempur kita. Seasprite memiliki kelebihan: manuver, fleksibilitas, jangkauan, serta pendeteksian yang lebih cepat, ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut, Laksamana Pertama TNI Untung Suropati.
Rencananya 11 Helikopter Seasprite yang akan dibeli, ditempatkan di KRI yang memiliki halipad.


Heli Seasprite Selandia Baru

Seasprite mampu terbang dengan kecepatan tinggi serta mampu bermanuver saat menurunkan perangkat sonar pendeteksi kapal selam. Hasil pendeteksiannya akan dikirim ke kapal perang, untuk melakukan penangkalan.

Mengapa Seasprite ?
Apakah pemilihan helikopter Seasprite sudah tepat ?. Baru baru ini militer Selandia Baru mengeluhkan penggunaan Seasprite. Insinyur Selandia Baru menyatakan Helikopter Seasprite SH-2G susah dirawat dan memiliki jam terbang lebih pendek dari yang ditentukan.
Seasprite Selandia Baru hanya mampu terbang 882 jam sebelum masuk perawatan berat. Padahal menurut pabriknya, Seasprite bisa terbang 1240 hingga 1370 jam, sebelum perawatan. Korosi dan meningkatnya getaran pesawat, merupakan persoalan utama sehingga jam terbang helikopter lebih singkat.


Heli Seasprite

Selandia baru memiliki 5 heli Seasprite yang beroperasi di Fregat kelas Anzac sejak tahun 2001. Namun hingga kini hanya satu yang beroperasi. Sisanya dalam perbaikan. “Dua seasprite dalam perbaikan berat dan dua laginya menunggu perbaikan berat”, ujar Menteri Pertahanan Selandia Baru, Jonathan Coleman. Biaya perawatan keempat Heli itu cukup besar, Rp 7 milyar, sekali bongkar keempat helikopter. Juru bicara Departemen Pertahanan Selandia Baru, Wayne Mapp mengatakan, mempertahankan penggunaan Seasprite hanya akan menambah persoalan bagi militer mereka.

Beli Seasprite ?
Apakah Indonesia akan tetap membeli helikopter Seasprite, sementara Selandia Baru berencana menghentikan operasinya ?.
Helikopter SH-2 Seasprite sudah dipensiunkan oleh Angkatan Laut AS. Seasprite juga ditolak AL Australia. Kini Angkatan Laut Selandia Baru akan mempensiunkan 5 unit SH-2 Seasprite mereka. Jangan jangan Indonesia hendak membeli Seasprites eks Selandia Baru ini ?..

Pengganti Seasprite
Membeli senjata yang menggentarkan lawan. Inilah doktrin yang dipegang TNI. Akankah doktrin ini berlaku untuk helikopter TNI AL.
Ada beberapa jenis helikopter yang dinilai layak untuk beroperasi di kapal perang TNI.


AS565 MB Panther

Yang paling populer adalah Eurocopter AS565 MB Panther. Sonar Panther dapat mendeteksi kapal selam dalam jarak jauh dari berbagai kedalaman laut, di luar jangkauan torpedo kapal perang lawan. Panther merupakan helikopter paling sempurna untuk antikapal selam atau anti-submarine warfare (ASW). Panther juga siap melakukan serangan torpedo baik saat di udara, maupun ketika masih di deck kapal. Dia bisa menyerang kapal selam tanpa harus mendekati kapal tersebut. Panther juga didisain untuk surveilans serta anti kapal permukaan.
Ia mampu terbang selama 4 jam (bagus untuk helikopter ukuran sedang) dan dipersenjatai peluru kendali jarak menengah untuk menghancurkan sasaran di luar cakrawala (OTHT).


Heli AS565 MB Panther

Apakah Indonesia membutuhkan Eurocopter AS565 MB Panther ? TNI seharusnya mengutamakan armada helikopter pengintai dan anti kapal selam, untuk mempertajam indra kapal perang RI. Keperluan meningkatkan daya gentar Indonesia di laut bukan berlebihan, karena Indonesia negara maritim terbesar. Saat ini TLDM Malaysia menggunakan Helikopter Super Lynx sebagai anti-submarine warfare (ASW) mengganti Heli Westland Wasp yang pensiun. Sementara Singapura memesan 24 heli MH-60R Seahawk Romeo untuk mengganti S-70-B Seahawk dan membatalkan proyek pengadaan Heli Seasprite.

Need for Speed PT DI


 
Ibarat gadis cantik yang malu-malu dan lebih sering mengurung diri di rumah, PT Dirgantara Indonesia terus mendapatkan pinangan dari berbagai perusahaan penerbangan manca negara. Pinangan terbesar datang dari Konsorsium industri dirgantara Eropa, EADS (European Aeronautic Defence and Space Company). EADS merupakan penggabungan dari: Arospatiale-Matra (Perancis), Dornier GmbH dan DaimlerChrysler Aerospace AG (DASA) Jerman; serta Construcciones Aeronuticas SA (CASA) Spanyol. Mereka meminang PT DI agar menjadi pemasok komponen skala besar pesawat-pesawat buatan EADS.
Pinangan EADS ini terkait dengan program regionalisasi industri EADS yang menetapkan 50 persen pembuatan komponen-komponen produk, dilakukan langsung di kawasan pemasaran. Untuk Asia-Pasifik, EADS mempertimbangkan PT DI.
11 Juni 2012 EADS mengutus dua petingginya ke PT DI, Philippe Advani (Vice President Global Sourcing Network) dan Pierre Guillet (Deputy President Director for Marketing Survey), disertai 20 kepala perwakilan EADS dari berbagai negara. Mereka memantau fasilitas dan kapabilitas PT DI dalam mengerjakan pembuatan komponen pesawat CN 235, C 295 dan berbagai komponen pesanan Airbus.

A330 untuk AU Spanyol di Hanggar Getafe, Madrid

Kerjasama PT DI dengan EADS sebenarnya sudah berlangsung walau belum dalam skala besar/ massal. PTDI kini mengerjakan komponen pesawat-pesawat unggulan EADS. Dalam proyek Airbus A-380, PTDI merupakan pemasok tunggal untuk komponen Inboard Outer Fixed Leading Edge (IOFLE) yang merupakan bagian akar dari sayap A-380. Pesawat Airbus itu tidak akan bisa terbang tanpa komponen buatan PT DI. PT DI telah mengapalkan 125 komponen IOFLE atau 36 persen dari jumlah kontrak. Target pengiriman 36 set per tahun, sesuai kontrak tahun 2002.
Sementara dalam proyek Airbus A-320 /A-321, PT DI bukan saja membuat (manufacturing), tetapi juga terlibat dalam perakitan (assembling) untuk D-Nose, Pylon dan Leading Edge. kontrak kerjasama dimulai tahun 2005 dan berakhir tahun 2015 dengan pengiriman komponen sebanyak 365 set per tahun.
Sementara dalam proyek pesawat penumpang masa depan Airbus A-350, PT DI mengerjakan komponen untuk Root End Fillet Fairing (REFF) untuk pemesanan 805 set dengan rencana pengiriman 51 set per tahun. Kontrak kerjasama dilakukan PT DI dengan Spirit AeroSystem , Inggris, tahun 2010.
Khusus untuk Airbus A350, PT DI juga mendapatkan pekerjaan rancang bangun (engineering-designing). “Kami melihat itu sebagai tantangan, peluang bisnis besar yang harus diambil,” kata Asisten Dirut PT DI Bidang Sistem Manajemen Mutu Perusahaan, Sonny Saleh Ibrahim.

Produk terbaru Airbus/ EADS

Tidak itu saja. PT DI juga ditunjuk oleh Airbus Military sebagai produsen tunggal pesawat C212-400 satu-satunya di dunia. Seluruh fasilitas produksi untuk C212-400 telah dipindahkan dari San Pablo, Spanyol, ke PT DI di Bandung. Pesawat C212-400 merupakan pesawat multiguna sipil dan militer jarak pendek, berpenumpang maksimum 26 orang.
Airbus Military selanjutnya akan fokus pada pembuatan pesawat terbang berbadan lebar AM-400 sekelas dengan C-130 Hercules. Kerjasama pemindahan industri Airbus Military dari Eropa ke Indonesia itu diperbaharui tahun 2011.
Saat ini pun PT DI telah disibukkan dengan pengiriman komponen-komponen kebutuhan Airbus setiap minggunya untuk EADS. PT DI telah membuat 20 jenis komponen untuk pesawat pesawat EADS dan akan ditingkatkan menjadi 60 komponen. EADS merasa yakin dengan kemampuan PT DI, karena telah bekerjasama selama 35 tahun.

Albatros Aviation
Tidak hanya industri pembuat pesawat yang tertarik dengan PT DI. Agen penjualan dan perawatan pesawat, Albatros Aviation, Swiss juga tertarik bekerjasama dengan PT DI dan telah melakukan kunjungan. Albatros memiliki pasar di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Mereka menjajaki PT DI sebagai mitra perawatan helikopter: Bell 412, Mi-2, Mi-17, Mi-24/Mi-35, dan Enstrom.
“Mereka sempat terkagum-kagum ketika meninjau fasilitas dan kapabilitas PT DI, karena kemampuan dan permesinan yang kita miliki tidak seperti yang mereka bayangkan,” ujar Sonny.
Tawaran untuk kerja sama juga datang dari pembuat pembuat pesawat Sukhoi Superjet 100. Sukhoi Rusia menginginkan agar PT DI membuat bagian ekor Sukhoi Superjet 100. Hampir pasti, PT DI akan menjadi salah satu pemasok komponen Sukhoi Superjet 100 dan PT DI sedang menyiapkan jadwal untuk merealisasikannya.
Belum lagi order dari dalam negeri. PT DI sedang disibukkan untuk mempercepat perakitan 7 pesawat C 295 yang dipesan TNI AU sebagai pengganti Fokker 27 ke EADS Spanyol. Kontrak kerjasama dengan EADS, 2 pesawat C 295 diproduksi di Spanyol dan 7 sisanya di PT DI. “Kami sudah masuk gigi tiga untuk produksi C 295 karena harus mengejar waktu penyelesaian sembilan pesawat pada akhir 2014,” ujar Sonny Saleh Ibrahim.

7 Unit C 295 EADS dirakit di PT DI

PT DI juga harus menyelesaikan 30 helikopter Bell 412 EP yang ditargetkan pemerintah rampung tahun 2014. “Tenggat waktu yang diingikan pemerintah untuk menuntaskan pemesanan 40 unit pesawat, pada 2014, tergolong singkat. “Saya kira, proses pengerjaannya butuh waktu minimal tiga tahun. Dananya pun besar. Tapi, kami berupaya keras menyelesaikan dan memenuhi pemesanan tersebut,” ujar Dirtektur PT DI Budi Santoso.

Bell- 412 PT DI

Saat ini PT DI telah menyerahkan tiga unit helikopter Bell 412 EP kepada Kementerian Pertahanan. Menurutnya membuat satu unit helikopter Bell 412 EP atau C 295, membutuhkan waktu sekitar 14 bulan. Belum lagi PT DI juga sedang terlibat kerjasama pembuatan pesawat tempur masa depan KFX/IFX dengan Korea Selatan. Dari penuturan Budi Santoso, tersirat PT DI mulai kewalahan memenuhi pesanan karena skema bisnis PT DI belum mencapai tingkatan perusahaan produksi massal. Mampukah Indonesia membesarkan PT DI yang sedang tumbuh dengan pesat atau peluang-peluang itu akan dilewatkan menjadi business as usual ?. Kesempatan yang diberikan dunia untuk Indonesia melalui PT DI sangat besar. Masalahnya, sejauhmana Indonesia mau meladeni tawaran tersebut, agar bisa mengikuti langkah EADS dan Sukhoi dalam bisnis penerbangan. Sudah waktunya Need for Speed PT DI, untuk peningkatan skala bisnis dan produksi.

Rudal Starstreak Indonesia

Rudal Starstreak Monopod

Salah satu alutsista yang menarik perhatian di Indo Defence 2012, adalah peluru kendali anti pesawat Starstreak buatan Inggris. Rudal ini dipamerkan di satu booth bersama dengan rudal anti tank NLAW yang juga dibeli Indonesia.  Selama ini diperkirakan NLAW dibeli dari Swedia. Namun rudal Nlaw  merupakan joint production antara Swedia dan Inggris.

Menurut Officer Inggris yang menjaga stand itu, Indonesia membeli sekitar 100 rudal Starstreak lengkap dengan peralatan pendukungnya.  Itu artinya rudal starstreak yang dibeli Indonesia lumayan cukup untuk melindungi instansi-instansi penting atau obyek vital negara.

Di Inggris sendiri, rudal Starstreak dipasang  juga  di atas tank Stormer yang juga buatan Inggris.  Namun menurut officer itu Indonesia tidak membeli rudal starstreak yang dipasang di tank stormer,  meskipun Indonesia juga memiliki Stormer.  Menurutnya, rudal Starstreak Indonesia sebagian menggunakan modul  monopod  sebagian lagi dipasang di kendaraan taktis.

Saya menebak, kendaraan taktis pengangkut rudal starstreak adalah Sherpa lisensi Perancis atau Komodo.  Namun menurutnya, sebagian rudal Starstreak Indonesia dipasang di kendaraan taktis buatan Spanyol.
Apakah Indonesia memiliki rantis buatan Spanyol ?. Atau membeli  baru ?.  Saya tidak tahu.
Yang jelas Spanyol memang memiliki rantis yang cukup terkenal yakni: Uro Vamtac dan telah mengusung Rudal Starstreak  seperti gambar di bawah ini:

Rantis Uro Vamtac membawa rudal Starstreak

Selain mengangkut rudal starstreak, Spanyol juga memasang rudal Mistral, sistem senjata lainnya bahkan hingga radar di Rantis Uro Vamtac. Seharusnya penggunaan rantis Uro Vamtac yang dilakukan militer Spanyol bisa juga dilakukan oleh militer Indonesia dengan Rantis Sherpa atau Komodo-nya.

Rantis Uro Vamtac dengan Rudal Mistral

Uro Vamtac S3

Kembali ke rantis Uro Vamtac Spanyol. Indonesia memang memiliki kerjasama militer dengan Spanyol, antara lain pembuatan pesawat angkut C-295. Apakah Pembelian rantis Uro Vamtac ini bersamaan dengan kontrak pembelian 9 C-295 ?. Tidak tahu.
Yang jelas menurut officer Inggris itu, Indonesia membeli sekitar 100 rudal starstreak beserta peralatan pendukungnya dan sebagian bersifat mobile.
Dengan demikian, selain rudal Starstreak, Indonesia juga memiliki rudal Mistral yang dipasang di kendaraan Taktis Komodo.

 Rantis Komodo dengan Rudal Mistral

Tampaknya rudal starstreak lebih diperuntukkan untuk pertahanan titik menggantikan rudal Rapier TNI-AD,  sementara rudal mistral akan embeded dengan pergerakan pasukan.
Rudal Starstreak antara lain telah ditempatkan di Yonarhanudse-10/1/F sebanyak satu baterai, Kodam Jaya.

Pangkalan Kapal Selam RI

 

TNI Angkatan Laut sedang membangun pangkalan khusus untuk kapal selam dan kapal-kapal perang di Loli, Teluk Palu, Sulawesi Tenggara. Teluk Palu dipilih karena kedalamannya mencapai 400 meter dengan panjang 30 kilometer dan lebar 10 kilometer. Kondisi ini cocok untuk berbagai dermaga.
Yang lebih penting lagi, lokasinya strategis karena berjarak 300 kilometer ke Malaysia dan 300 kilometer ke Makassar, berada di tengah-tengah dua titik penting dalam strategi pertahanan nasional.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemkot Palu telah membantu TNI AL berupa lahan seluas tiga hektare untuk mengembangkan Dermaga Lanal di Loli, menjadi pangkalan kapal-kapal selam dan KRI.
Di atas lahan tersebut, TNI AL akan membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk kepentingan pelayanan terhadap alutsista TNI AL itu agar bisa berfungsi maksimal sebagai tempat istirahat, perbaikan dan pengisian logistik kapal-kapal selam dan kapal perang.


Fasilitas yang sedang dibangun adalah asrama untuk awak kapal dan juga sarana dan fasilitas untuk perbaikan kapal.
Pangkalan yang ada sekarang sudah digunakan oleh KRI-KRI yang beroperasi di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III Laut Banda, namun belum pernah untuk kapal selam.
Dermaga Lanal Palu di Loli ini merupakan pangkalan kapal selam satu-satunya di luar Jawa. Teluk Palu ini dipilih karena lokasinya yang sangat strategis dan konfigurasi alur lautnya yang istimewa dan tidak terdapat di teluk lain di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Alur laut teluk Palu mulai dari Laut Banda sampai Loli mencapai panjang 30 kilometer dengan lebar 10 km dan kedalaman 400 meter. Denga tekstur laut seperti itu, kapal induk Amerika Serikat pun bisa masuk.
“Kondisi perairan Teluk Palu ini pun tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca dan iklim bagaimanapun yang terjadi di ALKI III.

Meraih Kemerdekaan Produksi Senjata


(JKT-ID) Di tengah memanasnya situasi di laut China Selatan, China justru ingin membuktikan diri bahwa mereka adalah saudara tua Indonesia. China tidak mencla-mencle terhadap janji mereka tentang transfer teknologi peluru kendali untuk Indonesia.
Dalam kunjungannya ke Kementerian Pertahanan, tim China yang dipimpin oleh Liu Yunfeng, Deputi Direktur Umum Sains, Teknologi dan Industri Pertahanan China (SASTIND), sepakat melakukan transfer teknologi peluru kendali C-705 secara bertahap. Tahap pertama adalah: Semi Knock Down, Indonesia merakit sedikit/sebagian dari rudal C-705 dan sisanya dikirim langsung dari China.
Tahap Kedua: Complete Knock Down. China mengirim semua komponen rudal secara terurai untuk dirakit di Indonesia sepenuhnya. Adapun tahap ketiga adalah riset and development. Ditahapan ini Indonesia, boleh memodifikasi peluru kendali sesuai dengan kebutuhan TNI.



Peluru Kendali C-705
Transfer teknologi ini tampaknya ala film-film tiongkok lawas tentang seorang pemuda yang hendak bergabung menjadi shaolin. Pada tahap awal, pemuda tersebut disuruh memanggul dua tungku air besar dari sungai menuju padepokan, tanpa diajar bela diri sama sekali. Jika ada air yang tumpah, dia harus mengulang dari awal. Tahapan kedua si pemuda diajari ilmu kung fu dasar, jadi masih sering di”bully” oleh seniornya. Tahap ketiga barulah diajari ilmu paripurna dan kalau perlu membuat jurus sendiri.
Ini artinya, jika Indonesia tidak lulus dan memenuhi syarat tahap pertama, dia tidak akan diberikan ilmu tahap kedua dan seterusnya.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk merampungkan alih teknologi rudal C-705 hingga tuntas ?
China ingin transfer teknologi rudal C-705 ini bisa cepat direalisasikan. Mereka mengharapkan proposal tahapan pertama dari China bisa ditanggapi Indonesia paling lama bulan Agustus 2012. Proposal tahapan kedua, sebulan kemudian. Adapun tahapan ketiga dibicarakan setelah tahap I dan II jelas. Persetujuan kontrak itu diharapkan tercapai paling lama tahun 2013.
Merakit rudal yang semi knock down dan complete knock down mungkin tidak terlalu susah, karena Indonesia sudah terlibat pembuatan roket selama belasan tahun. Namun bagaimana dengan tahapan ketiga yakni riset and development ?.


Ditahapan ini yang belum jelas. Apakah China akan membuka semua akses pembuatan rudal termasuk hal yang sensitif seperti: tracking dan guidance, propulsi maupun teknologi telematri ?. Biasanya negara produsen peluru kendali mengunci rapat-rapat data tersebut. Transfer teknologi dilakukan dengan cara “spanyol” alias separuh nyolong. Sebagian data dicuri oleh agen-agen intelijen, untuk diserahkan kepada pakar teknologi mereka yang memang mumpuni.
Pakar-pakar rudal AS dan Rusia mencuri ilmu dari pakar-pakar Jerman yang kalah perang lalu dipaksa berbicara dan diberi suaka. Begitu pula china mencurinya dari para agen yang bertebaran di perusahaan teknologi militer AS.
Hal yang sama juga terjadi dengan Pakistan untuk kasus hulu ledak nuklir. Para teknokrat mereka yang bekerja di lembaga nuklir Belanda, mencuri informasi tsedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Setelah ilmu yang dibutuhkan dianggap cukup, mereka di”atur” untuk pulang ke Pakistan dan dikawal sangat ketat setibanya di tanah air. Bahkan rumah mereka dijaga misil anti-udara.
Jadi, agar Indonesia memperoleh seluruh alih teknologi peluru kendali C-705, bukanlah hal yang mudah. Kecuali jika China sangat berbaik hati. Tampaknya agak mustahil sebaik itu xixi.
Hal yang membuat optimis adalah, Indonesia sedang mencoba membuat peluru kendali. Semoga pengalaman ini bisa dipadukan dengan bantuan dari China.
Guide missile Indonesia, pernah diujicoba pada tahun 2010, namun sistem kendali rudal tersebut tidak terkontrol dan menghantam area tambak udang milik PT Windu Kencana di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur. Rudal RX1210 yang memiliki berat 45 kg, panjang 3 meter dan jangkuan 11 km, melesat melebihi target yang ditetapkan alias oveshoot.



Roket RX1210 Lapan
Apabila Indonesia berhasil menguasai guide missile melalui rudal C-705 ini, maka kerjasama ini akan menjadi sebuah loncatan besar bagi teknologi militer Indonesia. Kerjasama itu akan mengantarkan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dalam produksi senjata.
Saat ini Indonesia telah mempersiapkan satu daerah produksi situs rudal yang menghadap laut terbuka untuk percobaan pembuatan rudal C-705 yang memiliki jangkauan 120 kilometer.

Apa Motif China ?
Pepatah lama mengatakan:“Tidak ada makan siang gratis”. Lalu apa motif china mentransfer teknologi rudal yang sangat sensitif ke Indonesia ?
Di saat China terlihat garang ke AS, Jepang, Vietnam dan Filiphina, mereka justru ingin mendekatkan diri dengan Indonesia. Tentunya hal ini mengundang tanda tanya.
Dari hari ke hari hubungan militer dan kerjasama Indonesia dan China terus meningkat. Selain kerjasama teknologi senjata, kedua negara juga meningkatkan kerjasama militer.
Bulan Juni 2012, sekitar 75 anggota Kopassus latihan bersama tentara elit China di Jinan, Shandong. Cina juga menawarkan untuk melatih 10 pilot Angkatan Udara Indonesia di simulator Sukhoi di Cina. Hubungan erat Indonesia dan China dimulai saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani kesepakatan kerjasama maritim, ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing.



Latihan Bersama Kopassus di China
Kerja sama Maritim ?
Bisa jadi trik China ini mengikuti cara Israel dalam memainkan perannya di Timur Tengah. Perdana Menteri Israel saat itu Menachem Begin sempat memprotes Presiden Amerika Serikat Jummy Carter yang mendorong perdamaian antara Israel dan Mesir dalam Perjanjian Camp David.
Namun Jimmy Carter memperingatkan PM Israel Menachem Begin:“Kamu tidak bisa menghadapi seluruh negara Timur Tengah, terutama Mesir !”. Bahkan untuk membujuk agar Mesir mau berdamai dengan Israel, AS terpaksa menghadiahi negeri piramid itu dengan bantuan jutaan dolar AS pertahun, pabrik pembuatan tank Abrams dan ratusan pesawat tempur F-16.
China pun sadar tidak mungkin ribut dengan seluruh negara di Asia Tenggara, untuk urusan klaim mereka di Laut China Selatan. China pun tidak memasukkan tuntutannya terhadap Kepulauan Natuna yang berada di laut China Selatan.
Dengan proses tranfer teknologi rudal ini, China mengajak Indonesia untuk duduk manis atas klaim negeri tirai bambu itu terhadap pulau pulau di Laut China Selatan.
Dengan proses tranfer teknologi rudal ini, China mengajak Indonesia untuk duduk manis atas klaim negeri tirai bambu itu terhadap pulau pulau di Laut China Selatan.
Ibarat pemuda di atas yang sedang berguru kung fu ke seorang master Shaolin. Pemuda ini tentu harus menuruti petunjuk gurunya jika ingin merampungkan ilmu Kung Fu nya.
Persis seperti kasus Mesir. Mesir akhirnya asyik sendiri dengan bantuan jutaan dolar dari AS, sibuk membangun tank Abrams yang pabriknya dibikinkan AS di Mesir dan sibuk menerbangkan ratusan F-16 bantuan dari AS. Mesir pun akhirnya tutup mata atas aksi Israel terhadap Palestina maupun Libanon Selatan.

Akankah Pancingan China ke Indonesia berhasil ?
Belum tahu. Indonesia memang sedikit kesal dengan aksi AS yang membuat pangkalan militer di Darwin Australia. Namun di saat yang sama Indonesia juga mempererat hubungan miiter dengan Australia. Bahkan Indonesia mengirimkan SU 27/30 dalam latihan perang Pitch Black 2012 di Australia. Selama ini Indonesia tidak pernah melibatkan pesawat tempur Sukhoi dalam latihan dengan Australia. Apalagi mengirimkannya ke negeri Kanguru.



SU 27 dan SU 30 RI di Darwin Australia
Indonesia sedang memainkan cinta segitiga. Jika salah langkah, bisa ditinggalkan oleh kedua orang yang sedang ia kencani.
Pengalaman menunjukkan permainan Indonesia di antara dua karang jaman lawas, perang dingin AS dan Uni Soviet, tidak berjalan mulus. Sementara negara-negara yang berprinsip setia ke satu pihak, kini terlihat sukses. China, India dan Korea Utara merapat ke Uni Soviet. Sementara Korea Selatan, Jepang dan Australia merapat ke Amerika Serikat.
Saat ini AS melindungi Australia dengan penempatan pasukan di Darwin dan “pemberian” peralatan militer yang berlimpah. Demikian juga Korea Selatan. Jepang apalagi. AS menempatkan skuadron F-22 Raptor di negeri matahari terbit tersebut untuk menjaga Jepang dari ancaman China, hingga pesanan pesawat tempur generasi kelima F-35 Jepang, rampung dikerjakan.



AS Simpan F-22 Raptor di Jepang
Selain kerjasama transfer teknologi dengan China, Indonesia juga sedang menggarap transfer teknologi, dengan Korea Selatan untuk pesawat tempur KFX/IFX dan kapal Selam; Spanyol dengan pesawat C-295; dan Belanda dengan teknologi Frigat Sigma (kalau “menir” tidak lagi ingkar janji).
Semua ini belum tentu terlaksana dengan cepat. Kita sudah memiliki pelajaran bagaimana cara Belanda mengulur ngulur waktu dan menyedot uang Indonesia untuk transfer teknologi Korvet/Frigate. Hal ini sangat mungkin terjadi juga dengan China dan Korea Selatan.
Indonesia harus agresif untuk menyerap alih teknologi tersebut. TNI harus berani mematok target, misalnya pada tahun 2018, seluruh alih teknologi dan modernisasi rudal C-705 harus rampung, bersamaan datangnya kapal selam pertama pesanan Indonesia dari Korea Selatan. Target untuk 2018 ke atas adalah ToT Kapal Selam dan Pesawat Tempur IFX, karena kita sudah cukup lama berputar-putar tentang teknologi pembangunan peluru kendali. Tantangannya berat tapi mengasyikkan, sekaligus “testing the water” kualitas bangsa Indonesia bersaing dengan bangsa lain.

Ujicoba Rudal Yakhont Jilid 2


Rudal Yakhont dari OWA-354
Mimik muka para petinggi TNI, khususnya Angkatan Laut tampak tegang  menyaksikan eks KRI Teluk Berau yang dijadikan sasaran tembak rudal Yakhont oleh KRI Oswald Siahaan di laut Sulawesi 13 Oktober 2012. Maklum, ujicoba rudal yakhont tahun 2011 tidak cukup memuaskan sehingga perasaan cemas  semakin besar di ujicoba kali kedua ini.
” Satu menit….30 second…!”, ujar seorang staf  TNI AL memecah keheningan.
“10..,9.., 8..,7..,6,5…,2,1″, teriaknya kembali menyelesaikan countdown.
Angka yang dia hitung mundur sudah habis. Tetapi tidak terjadi apa apa dengan eks KRI Teluk Berau yang dijadikan  target rudal yakhont.
Staf itupun akhirnya terdiam, menutup mulutnya rapat-rapat.
Semua hening sambil  menatapi KRI Teluk Berau. Tak ada yang bersuara.


Tak lama kemudian muncul bola api kecil dari bawah  KRI  Teluk Berau, disusul ledakan besar  yang menghiasi angkasa.
“120 detik…120 detik… !”, ujar staf  tersebut dengan girang.
Muka para petinggi TNI yang tadinya muram berubah menjadi cair dan tersenyum bahagia. Beban yang begitu besar telah terlepas. Beberapa pejabat  TNI saling pandang penuh makna, seakan ingin berbagi kebahagiaan setelah menahan perasaan tidak karuan.
Bola api berkobar demikian besar disertai  asap putih berbentuk cendawan muncul di bagian belakang kapal.  Tak lama kemudian bagian buritan kapal pun mulai tenggelam.
Para petinggi TNI melihat proses tenggelamnya KRI  Teluk Berau melalui  proyeksi gambar dari teleskop kapal.

Angle Tembakan Yakhont
Dalam beberapa referensi dikatakan angle/ sudut penembakan rudal yakhont, cukup unik.  Rudal itu menyerang sasaran dengan sudut yang rumit untuk menghindari sergapan lawan.
Untuk itu kami penasaran dan mencoba mem-preview rekaman tembakan rudal Yakhont frame by frame.


Kondisi setelah beberapa detik tertembak


Pada awalnya muncul ledakan kecil di bagian bawah belakang kapal, hampir sejajar dengan permukaan air laut.  Namun hanya dalam hitungan sepersekian detik, bola api itu langsung membesar, menciptakan bola api raksasa yang disertai kepulan asap putih menyerupai cendawan.
Konon katanya asap bisa menjadi seperti bentuk cendawan, akibat suhu pembakaran yang sangat tinggi,  membuat oksigen yang ada disekitarnya tersedot ke sumber api.
Perlahan tapi pasti  KRI Teluk Berau mulai tenggelam ke arah bagian belakang. Derajat kemiringan kapal terus mengembang hingga akhirnya hulu kapal tegak lurus dengan langit lalu tenggelam ditelan air laut.  Dasyat, efek tembakan rudal Yakhont hanya membutuhkan waktu sekitar 2 menit untuk menenggelamkan kapal ini.


“Luar biasa, untuk pertama kalinya rudal Yakhont bisa ditembakkan dari jarak 182 km”, ujar  Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Untung Suropati.
Rudal jenis Over The Horizon Targetting (OTHT)  yakhont adalah rudal supersonik  buatan Rusia dengan dimensi panjang 8,9 meter dan diameter 0,7 meter. Jarak tembak rudal seharga  1,2 juta USD  ini,  sejauh 300 kilometer dan bisa mencapai kecepatan 2,5 Mach (750 meter/detik).
Rencananya latihan tersebut akan mengujicoba berbagai rudal seperti:  Yakhont,  Excocet  MM 40,  C-802 serta Torpedo Sut (Surface and Underwater Target). Namun pada pelaksanaannya, KRI Teluk Berau terlanjur tenggelam saat dihantam  satu rudal Yakhont .
Jika demikian, benarlah adanya bahwa rudal yakhont bisa dikatakan senjata strategis.  Dia bisa menembak sasaran hingga 300 km dan langsung menenggelamkan kapal.


Uji coba senjata strategis  dalam Latihan Armada Jaya XXXI/2012 ini, dihadiri Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno, delegasi Komisi I DPR/MPR RI  Tri Tamtomo dan Yahya Sacawiria, serta seluruh Pangkotama dan pejabat teras TNI AL.
Pujian harus diberikan kepada TNI AL karena berhasil menembakkan Yakhont versi VLS (vertical launching system). Keberhasilan lainnya adalah mengintegrasikan rudal Rusia ke sistem kapal NATO, KRI Oswald Siahaan buatan Belanda.  Diharapkan setelah datangnya helikopter OTHT Kaman SH-2 Seasprite nanti, rudal yakhont bisa diujicoba untuk jarak tembak  maksimal yakni 300 km.
Dengan berhasilnya ujitembak rudal yakhont ini, tentu sudah bisa diterka apa isi rudal yang akan dimuat pada light frigate sigma 10514 yang sedang dipesan TNI AL ke Belanda.

Indonesia Superior Berkat Rudal Yakhont

 

“Bloody hell thats a big missile!”…. “I thought “DAMN! That thing looks as big as the vessel!”. ..”Big missile and bloody fast from watching that vid”.
Itulah komentar sejumlah pemerhati militer internasional, setelah melihat rudal Yakhont di KRI Oswald Siahaan-354 (eks Fregat Van Speijk), yang berlayar di Samudera Hindia dengan melakukan formasi tempur bersama KRI Imam Bonjol-383, KRI Teuku Umar-385, serta KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386.



Pakar militer Singapura, Koh Swee Lean Collin menyatakan, ujicoba rudal supersonik Yakhont anti kapal ini, telah menerobos batas kemampuan tempur laut di Asia Tenggara. “The Yakhont missile could potentially intensify the ongoing regional naval arms competition, ujar Koh Swee Lean Collin.



Betapa menggentarkan bagi negara lain, rudal yakhont asal Rusia ini memiliki panjang 8,9 meter, lebar 0,8 meter dengan berat 3 ton. Rudal Yakhont memiliki jangkauan tembak 300 km dengan kecepatan 2,5 mach.



Dalam ujicoba di Samudera Hindia 20 April 2011, rudal supersonik ini hanya membutuhkan waktu 6 menit, untuk menembak sasaran sejauh 250 Km. Karena kemampuannya itulah hegemoni angkatan laut negara di Asia tenggara telah dipatahkan oleh kemampuan rudal Yakhont. Hal ini berbahaya bagi beberapa negara Asean yang sedang mengalami konflik perbatasan. Untuk saat ini posisi Indonesia Superior.
Rudal Yakhont dapat menjelajah 5- 15 meter dari permukaan laut, dengan 2,5 kecepatan suara, sehingga mampu memperpendek waktu peringatan dini bagi kapal yang sedang disasar.Lebih ngeri lagi rudal ini memiliki cara terbang yang unik sehingga mampu menghindar dari pendeteksian radar modern negara tetangga.



Vietnam juga memiliki rudal Yakhont namun ditanam di dalam tanah sebagai pertahanan. Sementara rudal Indonesia dapat bergerak dengan efektif sehingga mampu memperluas parameter pertahanan pantai. Rudal rudal buatan Eropa dan Amerika seperti Exocet dan Harpoon yang banyak digunakan kapal kapal Asean, hanya memiliki jangkuan tembak, tidak lebih dari 200 km.
Untuk di kawasan Non Asean, pasific barat, hanya China dengan rudal Sunburn dan Taiwan dengan rudal Hsiung Feng III yang dapat mengimbangi rudal yakhont Indonesia.
Dipasangnya rudal yakhont di TNI- AL, setelah malaysia meluncurkan kapal selam modern Scorpene dan Singapura dengan kapal selam Vastergotland boats eks Swedia.
Namun jangan senang dulu. Dalam tahun anggaran 2010, Indonesia baru membeli 4 Rudal Yakhont. Satu ditembakkan dalam ujicoba yang konon overshot karena KRI Oswald Siahaan-354 tidak memiliki radar sejauh 300 km. KRI Oswald Siahaan dipandu Kapal Selam Cakra dalam ujicoba tersebut, namun tidak optimal. Kini Indonesia tinggal memiliki 3 Rudal Yakhont.