Parpol diharap tak sekedar rekrut caleg berdasarkan popularitas.
Direktur Eksekutif Media
Survey Nasional (Median), Rico Marbun, lembaga surveinya merilis temuan
yang patut dicermati oleh partai-partai politik yang menjadi peserta
pemilu 2014 terkait seleksi calon anggota legislatif (caleg).
Menurut Rico, pola parpol peserta pemilu 2014 mesti meninggalkan pola yang lama dalam menjaring maupun merekrut calegnya. Beberapa partai besar dinilai masih menerapkan pola rekrutmen caleg yang tertutup, kurang transparan. Padahal publik membutuhkan informasi yang jelas mengenai siapa wakil yang harus dipilihnya.
"Mestinya kan partai itu dalam menyeleksi caleg yang akan diusungnya berdasarkan kaderisasi. Tapi kok menurut publik atau responden, mereka merasa tak diiberi informasi jelas mengenai siapa caleg itu dari partai," ujar Rico kepada VIVAnews, Minggu 27 Januari 2013.
Rico menjelaskan, hasil survei nasional Median di 33 provinsi yang dilakukan pada 10-18 Januari 2013 menemukan bahwa dari 1.200 responden yang diwawancarai, mayoritas lebih mengehendaki kualitas caleg yang berkarakter merakyat, yaitu sebesar 27,4 persen. Sedangkan karakter caleg terbanyak kedua yang dikehendaki rakyat adalah jujur dan bersih sebesar 19,3 persen, disusul dengan karakter cerdas (14 persen).
“Dari survey yang kami lakukan, terlihat bahwa rakyat lebih menghendaki caleg yang merakyat dan sering turun ke tengah masyarakat ketimbang mereka yang agamis, sholeh, maupun yang cerdas sekalipun”, kata Rico.
Hal ini, menurut Rico, merupakan suatu hal yang wajar mengingat performa dan kinerja anggota legislatif periode 2009 - 2014 terus jadi sorotan masyarakat dan mendapat penilaian kurang memuaskan. Masyarakat menaruh perhatian yang tinggi beberapa kasus di parlemen menyangkut moralitas, korupsi, dan rendahnya kinerja.
Hasil survei ini, lanjut Rico menunjukkan bahwa masyarakat atau responden cenderung tertarik untuk memberikan suaranya kepada caleg yang berkualitas, tidak sekedar populer.
Menurut Rico, pola parpol peserta pemilu 2014 mesti meninggalkan pola yang lama dalam menjaring maupun merekrut calegnya. Beberapa partai besar dinilai masih menerapkan pola rekrutmen caleg yang tertutup, kurang transparan. Padahal publik membutuhkan informasi yang jelas mengenai siapa wakil yang harus dipilihnya.
"Mestinya kan partai itu dalam menyeleksi caleg yang akan diusungnya berdasarkan kaderisasi. Tapi kok menurut publik atau responden, mereka merasa tak diiberi informasi jelas mengenai siapa caleg itu dari partai," ujar Rico kepada VIVAnews, Minggu 27 Januari 2013.
Rico menjelaskan, hasil survei nasional Median di 33 provinsi yang dilakukan pada 10-18 Januari 2013 menemukan bahwa dari 1.200 responden yang diwawancarai, mayoritas lebih mengehendaki kualitas caleg yang berkarakter merakyat, yaitu sebesar 27,4 persen. Sedangkan karakter caleg terbanyak kedua yang dikehendaki rakyat adalah jujur dan bersih sebesar 19,3 persen, disusul dengan karakter cerdas (14 persen).
“Dari survey yang kami lakukan, terlihat bahwa rakyat lebih menghendaki caleg yang merakyat dan sering turun ke tengah masyarakat ketimbang mereka yang agamis, sholeh, maupun yang cerdas sekalipun”, kata Rico.
Hal ini, menurut Rico, merupakan suatu hal yang wajar mengingat performa dan kinerja anggota legislatif periode 2009 - 2014 terus jadi sorotan masyarakat dan mendapat penilaian kurang memuaskan. Masyarakat menaruh perhatian yang tinggi beberapa kasus di parlemen menyangkut moralitas, korupsi, dan rendahnya kinerja.
Hasil survei ini, lanjut Rico menunjukkan bahwa masyarakat atau responden cenderung tertarik untuk memberikan suaranya kepada caleg yang berkualitas, tidak sekedar populer.
"Masyarakat ingin kesejahterannya meningkat, para caleg atau partai mesti memikirkan hal itu," kata Rico.
Prioritaskan Kader UnggulanSekretaris
Jenderal PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, menjelaskan bahwa partainya
dalam penyusunan caleg akan memprioritaskan stok yang cukup banyak dari
kalangan kader-kader partai. "Mereka telah digembleng dan ikut berjuang
bersama-sama membesarkan partai," kata Tjahjo kepada VIVanews.
Namun demikian, PDI Perjuangan juga tetap membuka kesempatan bagi caleg-caelg dari unsur eksternal partai sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan oleh partai, baik syarat ideologis maupun teknis.
Bagaimana metode seleksinya? Disinilah, menurut Tjahjo, yang membedakan PDI Perjuangan dengan partai lain dalam merekrut calegnya. "Kami tidak mungkin membuka lowongan caleg seperti membuka lowongan pekerjaan di perusahaan-perusahaan. Karena seleksi caleg memang bukan seleksi merekrut karyawan atau pegawai," kata Tjahjo.
Partai lain, lanjut Tjahjo, mungkin pertimbangan utamanya dalam merekrut caleg adalah popularitas dan elektabilitas yang bersangkutan. Bagi PDI Perjuangan, pertimbangan utama merekrut caleg adalah ideologi dan wawasan kebangsaan yang bersangkutan.
"Yang akan kami rekrut adalah calon-calon pejuang dan pemimpin bangsa, bukan mereka yang sedang mencari lowongan pekerjaan. Oleh karena itu harus ada pengujian materi ideologis, nasionalisme, dan patriotisme disamping skill," kata Tjahjo.
Caranya, lanjut Tjahjo, Tim seleksi PDI Perjuangan melakukan pengamatan dan penelitian secara tertutup terhadap setiap kader bangsa terbaik untuk kemudian diundang secara khusus agar mau mendaftar menjadi caleg PDI Perjuangan.
Dalam tahapan penjaringan bakal caleg ini, lanjut Tjahjo, semua peserta yang mendaftar harus mengikuti uji psikotes. Jika berhasil lulus seleksi psikotes, mereka masih akan dinilai lagi dalam tahapan penyaringan calon yang akan masuk Daftar Caleg Sementara (DCS).
Orientasi Fungsionaris Partai
Sementara Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar, Indra Jaya Piliang, menyatakan bahwa partainya dalam merekrut caleg menerapkan sistem seleksi yang sangat ketat, terutama untuk caleg DPR RI.
Seleksi caleg dari internal partai, kata Indra, para kader yang potensial menjadi anggota parlemen diikutsertakan dalam kegiatan aktif kepengurusan partai, baik tingkat DPP, DPD tingkat Provinsi, maupun DPD tingkat Kabupaten-Kota. "Semua kader yang dianggap potensial ini diwajibkan menjadi peserta orientasi fungsionaris partai ini," kata Indra.
Indra menjelaskan, ada tim khusus yang menyeleksi peserta orienstasi di masing-masing tingkatan. Peserta orientasi fungsionaris tingkat DPP didorong menjadi caleg DPR RI, namun apabila kader yang bersangkutan ingin menjadi caleg DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten-Kota tetap diperbolehkan.
Sedangkan peserta orientasi fungsionaris tingkat DPD Provinsi didorong menjadi caleg DPRD Provinsi, tapi jika kader yang bersangkutan memilih untuk menjadi caleg DPRD Kabupaten-Kota juga diperbolehkan.
Khusus peserta orientasi fungsionaris tingkat DPD Kabupaten-Kota, didorong untuk rekrutmen caleg DPRD kabupaten-Kota.
Tim penyeleksi caleg, lanjut Indra, akan meminta skor penilaian dari semua ketua umum partai baik tingkat pusat (DPP) maupun daerah (DPD Provinsi dan DPD Kabupaten-Kota). Jika peserta orientasi fungsionaris itu mendapat penilaian kurang dari standar yang ditentukan dari para ketua umum partai di mana dia ditugaskan, maka tidak akan dimasukkan dalam tahapan seleksi ketokohan.
"Kami akan membuat survei dari para peserta yang direkomendasikan berdasarkan hasil orientasi fungsionaris ini mengenai bagaimana ketokohannya di masyarakat," kata Indra.
Penilaian survei tak hanya popularitas, namun juga elektabilitas peserta yang bersangkutan. "Apakah orang itu mendapat kepercayaan masyarakat atau tidak, disukai masyarakat atau tidak, masyarakat akan memiilihnya atau tidak menjadi wakilnya di parlemen, dan sebagainya," kata Indra.
Saat ini, lanjut Indra, rekrutmen caleg Golkar masih dalam tahapan orientasi fungsionaris. Tahapan seleksi ketokohan baru akan dilaksanakan pada sekitar akhir februari atau maret mendatang.
Indra menambahkan, khusus untuk caleg DPR RI Ketua Umum Partai Golkar mempunyai hak prerogratif untuk memasukkan beberapa nama dalam rekrutmen caleg ini jika hasil yang diperoleh dari orientasi fungsionaris ini masih kurang untuk memenuhi jumlah caleg yang akan diusung.
"Rekrutmen untuk caleg DPR RI dibawah pengawasan dan penilaian langsung dari Ketua Umum Golkar. Seleksinya benar-benar sangat ketat," kata Indra.
Kompetensi dan Kebutuhan Parlemen
Namun demikian, PDI Perjuangan juga tetap membuka kesempatan bagi caleg-caelg dari unsur eksternal partai sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan oleh partai, baik syarat ideologis maupun teknis.
Bagaimana metode seleksinya? Disinilah, menurut Tjahjo, yang membedakan PDI Perjuangan dengan partai lain dalam merekrut calegnya. "Kami tidak mungkin membuka lowongan caleg seperti membuka lowongan pekerjaan di perusahaan-perusahaan. Karena seleksi caleg memang bukan seleksi merekrut karyawan atau pegawai," kata Tjahjo.
Partai lain, lanjut Tjahjo, mungkin pertimbangan utamanya dalam merekrut caleg adalah popularitas dan elektabilitas yang bersangkutan. Bagi PDI Perjuangan, pertimbangan utama merekrut caleg adalah ideologi dan wawasan kebangsaan yang bersangkutan.
"Yang akan kami rekrut adalah calon-calon pejuang dan pemimpin bangsa, bukan mereka yang sedang mencari lowongan pekerjaan. Oleh karena itu harus ada pengujian materi ideologis, nasionalisme, dan patriotisme disamping skill," kata Tjahjo.
Caranya, lanjut Tjahjo, Tim seleksi PDI Perjuangan melakukan pengamatan dan penelitian secara tertutup terhadap setiap kader bangsa terbaik untuk kemudian diundang secara khusus agar mau mendaftar menjadi caleg PDI Perjuangan.
Dalam tahapan penjaringan bakal caleg ini, lanjut Tjahjo, semua peserta yang mendaftar harus mengikuti uji psikotes. Jika berhasil lulus seleksi psikotes, mereka masih akan dinilai lagi dalam tahapan penyaringan calon yang akan masuk Daftar Caleg Sementara (DCS).
Orientasi Fungsionaris Partai
Sementara Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar, Indra Jaya Piliang, menyatakan bahwa partainya dalam merekrut caleg menerapkan sistem seleksi yang sangat ketat, terutama untuk caleg DPR RI.
Seleksi caleg dari internal partai, kata Indra, para kader yang potensial menjadi anggota parlemen diikutsertakan dalam kegiatan aktif kepengurusan partai, baik tingkat DPP, DPD tingkat Provinsi, maupun DPD tingkat Kabupaten-Kota. "Semua kader yang dianggap potensial ini diwajibkan menjadi peserta orientasi fungsionaris partai ini," kata Indra.
Indra menjelaskan, ada tim khusus yang menyeleksi peserta orienstasi di masing-masing tingkatan. Peserta orientasi fungsionaris tingkat DPP didorong menjadi caleg DPR RI, namun apabila kader yang bersangkutan ingin menjadi caleg DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten-Kota tetap diperbolehkan.
Sedangkan peserta orientasi fungsionaris tingkat DPD Provinsi didorong menjadi caleg DPRD Provinsi, tapi jika kader yang bersangkutan memilih untuk menjadi caleg DPRD Kabupaten-Kota juga diperbolehkan.
Khusus peserta orientasi fungsionaris tingkat DPD Kabupaten-Kota, didorong untuk rekrutmen caleg DPRD kabupaten-Kota.
Tim penyeleksi caleg, lanjut Indra, akan meminta skor penilaian dari semua ketua umum partai baik tingkat pusat (DPP) maupun daerah (DPD Provinsi dan DPD Kabupaten-Kota). Jika peserta orientasi fungsionaris itu mendapat penilaian kurang dari standar yang ditentukan dari para ketua umum partai di mana dia ditugaskan, maka tidak akan dimasukkan dalam tahapan seleksi ketokohan.
"Kami akan membuat survei dari para peserta yang direkomendasikan berdasarkan hasil orientasi fungsionaris ini mengenai bagaimana ketokohannya di masyarakat," kata Indra.
Penilaian survei tak hanya popularitas, namun juga elektabilitas peserta yang bersangkutan. "Apakah orang itu mendapat kepercayaan masyarakat atau tidak, disukai masyarakat atau tidak, masyarakat akan memiilihnya atau tidak menjadi wakilnya di parlemen, dan sebagainya," kata Indra.
Saat ini, lanjut Indra, rekrutmen caleg Golkar masih dalam tahapan orientasi fungsionaris. Tahapan seleksi ketokohan baru akan dilaksanakan pada sekitar akhir februari atau maret mendatang.
Indra menambahkan, khusus untuk caleg DPR RI Ketua Umum Partai Golkar mempunyai hak prerogratif untuk memasukkan beberapa nama dalam rekrutmen caleg ini jika hasil yang diperoleh dari orientasi fungsionaris ini masih kurang untuk memenuhi jumlah caleg yang akan diusung.
"Rekrutmen untuk caleg DPR RI dibawah pengawasan dan penilaian langsung dari Ketua Umum Golkar. Seleksinya benar-benar sangat ketat," kata Indra.
Kompetensi dan Kebutuhan Parlemen
Presiden PKS, Luthfi
Hasan Ishaaq, menjelaskan kepada VIVAnews bahwa proses rekrutmen caleg
di partainya sudah berjalan semenjak dua bulan lalu. Kaderisasi PKS
menurutnya cukup baik sehingga partai tak menemui hambatan atau
kesulitan yang berarti dalam menjaring kader potensial untuk menjadi
caleg.
"Tim seleksi sudah bekerja dan hasilnya relatif bagus. Dalam waktu dekat daftarnya akan kami umumkan untuk mendapat public assesment di daerah pemilihan masing-masing," kata Luthfi.
Dari banyak peserta rekrutmen ini, PKS membuat batasan demi memudahkan proses seleksi. Pertama, tidak boleh suami istri mengajukan diri menjadi caleg. Kedua, istri atau suami pejabat publik tidak boleh mengajukan diri menjadi caleg.
Pola seleksi rekrutmen menggunakan model rekomendasi dari pengurus partai di akar rumput. "Kami pakai cara bottom up. Kader diusulkan dari bawah, dari tingkat kecamatan, dari hasil seleksi mereka. Lalu usulan dari bawak itu akan kami nilai sesuai dengan kompetensi yang diperlukan di DPR," kata Luthfi.
Jika usulan yang diberikan pengurus di bawah itu belum lengkap, maka DPP akan menambahkannya ke dalam daftar caleg yang akan diusung. "Kami bisa menggunakan hak prerogratif DPP untuk memasukkan nama-nama dengan kompetensi yang diperlukan oleh alat kelengkapan DPR, untuk melengkapi usulan yang bottom up ini," kata Luthfi.
PKS tak membedakan pola rekrutmen caleg DPR RI dengan DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten-Kota. "Semua prosesnya sama. Kami juga akan membaca rekam jejak yang bersangkutan, komitmen dia terhadap platform perjuangan PKS, dan kemampuan untuk bekerja sebagai tim dalam bidang masing-masing," kata Luthfi.
Oleh karena itu, bagi PKS, popularitas caleg bukan faktor utama dalam menentukan pengusungan yang bersangkutan. "Kompetensi caleg yang bersangkutan ditambah dengan kinerja mesin partai yang lebih diandalkan untuk memenangkan pemilu," kata Luthfi.
Sang Juara Bertahan
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Max Sopacua, menyatakan bahwa sistem rekrutmen caleg di partainya tak sekedar pemenuhan aspek administrasi semata. Lebih dari itu, tim melakukan tahapan seleksi yang diperlukan seperti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test), penelusuran rekam jejak bakal calon, dan sebagainya.
"Itu masih dalam tahapan balon (bakal calon, yang kami lakukan seperti itu. Dalam satu bulan berikutnya nanti kami akan seleksi lagi apakah balon ini bisa menjadi calon atau tidak," kata Max.
Demokrat pun tak mau repot menjaring artis atau tokoh populer untuk dijadikan calegnya demi sekedar mendongkrak suara di pemilu 2014. "Mungkin partai lain melakukan itu, tapi kami tidak. Kami berdasarkan aspirasi kader saja," kata Max.
Lagipula lanjut Max, 148 anggota Fraksi Demokrat di DPR RI menyatakan bersedia untuk menjadi caleg lagi di pemilu 2014. "Mereka pun tetap wajib mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, sudah dilakukan," kata Max.
"Jadi tidak ada tim khusus penjaring kelompok artis, kelompok militer, atau lainnya. Demokrat tak melakukan itu," kata Max.
Pembedaan terhadap kader yang sudah menjadi anggota DPR dengan yang belum dalam sistem rekrutmen ini adalah dalam peningkatan kualitas yang bersangkutan sebagai legislator. Bagi yang baru, mereka ini akan melewati tahapan pendidikan untuk dapat lebih berkualitas. "Jadi mereka yang duduk di kursi legislatif benar-benar akan mengerti masalah politik, masalah demokrasi, dan mengerti apa masalah rakyat," kata Max.
Hasil survei mengenai popularitas dan elektabilitas caleg suatu partai, menurut Max, tak akan terlalu banyak mempengaruhi penilaian rekrutmen yang dilakukan partai. Demokrat yakin kinerja kader dan pengurus partainya akan mampu memenangkan kembali pemilu 2014.
"Apapun hasil survei, itu kami anggap sebagai pemicu semangat saja. Saya pikir survei kan bergerak terus menerus. Kita dalam posisi sebagai juara bertahan, harus percaya diri pada kiherja mesin partai donk," kata Max.
Latar Belakang Caleg Tak Dipertimbangkan
Survei Median juga meneliti tentang latar belakang caleg yang lebih disukai oleh rakyat dengan mengajukan pertanyaan jika caleg yang ditawarkan partai berasal dari antara lain: pengusaha, anggota parpol, tokoh muda, tokoh media, polisi, militer, hingga artis atau seniman.
"Hasilnya, latar belakang pengusaha lebih dikehendaki rakyat dengan besaran 60,5 persen, diikuti oleh latar belakang sebagai anggota parpol sebesar 52 persen, dan tokoh muda (51,3 persen). Sedangkan latar belakang artis atau seniman terlihat paling rendah, yaitu sebesar 33,3 persen,” kata Rico.
Menurut Rico, Salah satu yang harus diperhatikan oleh partai-partai politik yang menjadi peserta pemilu 2014 dari hasil survei ini adalah desakan masyarakat agar parpol mampu melakukan evaluasi dan penilaian yang sungguh-sungguh terhadap para caleg yang akan diusungnya.
“Sudah saatnya parpol lebih memilih caleg yang mampu mengedepankan karakter merakyat, mengingat terkait dengan kredibilitas partai itu sendiri,” kata Rico.
PKS tak terlalu mementingkan pertimbangan caleg berlatarbelakang profesi tertentu. Sepanjang bakal caleg itu memiliki kemampuan dan kapasitas kelimuan yang diperlukan, PKS tak segan untuk merekrutnya.
"Di DPR tidak memerlukan pengusaha, tapi lebih kepada spesialisasi orang dengan backround pendidikan yang diperlukkan oleh alat kelengkapan DPR," kata Luthfi.
Misalnya, untuk anggota DPR RI Komisi III yang membidangi pengawasan hukum, maka kader yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mempunyai keahlian berdasarkan latar belakang keilmuan hukum. Begitu juga untuk Komisi XI yang membutuhkan orang berlatarbelakang ilmu keuangan dan ekonomi. "Jadi masing-masing ada kompetensi," kata Luthfi.
Hal senada diungkapkan Max, bahwa Demokrat tidak melihat latarbelakang profesi seseorang dalam merekrut caleg. "sejauh dia memiliki kredibiltas bagus kami akan rekrut. Apakah dia pengusaha, tokoh agama, atau kelompok apapaun, kami tidak melihat itu," katanya.
Namun, tetap ada peraturan yang mengikat bagi para caleg di suatu dapil. "Jadi nanti tidak akan ada gontok-gontokan diantara sesama caleg pada dapil yang sama," kata Max.
Menurut Max, masyarakat pun sudah semakin cerdas membedakan mana caleg yang pantas dipilih untuk menjadi wakilnya di parlemen. "Masyarakat juga saya rasa melihat banyak hal di DPR sekarang ini bahwa biarpun Venna Melinda itu dulu artis tapi kenyataannya dia cepat sekali beradaptasi dengan dunia politik, yang lain pun begitu," kata Max.
"Tim seleksi sudah bekerja dan hasilnya relatif bagus. Dalam waktu dekat daftarnya akan kami umumkan untuk mendapat public assesment di daerah pemilihan masing-masing," kata Luthfi.
Dari banyak peserta rekrutmen ini, PKS membuat batasan demi memudahkan proses seleksi. Pertama, tidak boleh suami istri mengajukan diri menjadi caleg. Kedua, istri atau suami pejabat publik tidak boleh mengajukan diri menjadi caleg.
Pola seleksi rekrutmen menggunakan model rekomendasi dari pengurus partai di akar rumput. "Kami pakai cara bottom up. Kader diusulkan dari bawah, dari tingkat kecamatan, dari hasil seleksi mereka. Lalu usulan dari bawak itu akan kami nilai sesuai dengan kompetensi yang diperlukan di DPR," kata Luthfi.
Jika usulan yang diberikan pengurus di bawah itu belum lengkap, maka DPP akan menambahkannya ke dalam daftar caleg yang akan diusung. "Kami bisa menggunakan hak prerogratif DPP untuk memasukkan nama-nama dengan kompetensi yang diperlukan oleh alat kelengkapan DPR, untuk melengkapi usulan yang bottom up ini," kata Luthfi.
PKS tak membedakan pola rekrutmen caleg DPR RI dengan DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten-Kota. "Semua prosesnya sama. Kami juga akan membaca rekam jejak yang bersangkutan, komitmen dia terhadap platform perjuangan PKS, dan kemampuan untuk bekerja sebagai tim dalam bidang masing-masing," kata Luthfi.
Oleh karena itu, bagi PKS, popularitas caleg bukan faktor utama dalam menentukan pengusungan yang bersangkutan. "Kompetensi caleg yang bersangkutan ditambah dengan kinerja mesin partai yang lebih diandalkan untuk memenangkan pemilu," kata Luthfi.
Sang Juara Bertahan
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Max Sopacua, menyatakan bahwa sistem rekrutmen caleg di partainya tak sekedar pemenuhan aspek administrasi semata. Lebih dari itu, tim melakukan tahapan seleksi yang diperlukan seperti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test), penelusuran rekam jejak bakal calon, dan sebagainya.
"Itu masih dalam tahapan balon (bakal calon, yang kami lakukan seperti itu. Dalam satu bulan berikutnya nanti kami akan seleksi lagi apakah balon ini bisa menjadi calon atau tidak," kata Max.
Demokrat pun tak mau repot menjaring artis atau tokoh populer untuk dijadikan calegnya demi sekedar mendongkrak suara di pemilu 2014. "Mungkin partai lain melakukan itu, tapi kami tidak. Kami berdasarkan aspirasi kader saja," kata Max.
Lagipula lanjut Max, 148 anggota Fraksi Demokrat di DPR RI menyatakan bersedia untuk menjadi caleg lagi di pemilu 2014. "Mereka pun tetap wajib mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, sudah dilakukan," kata Max.
"Jadi tidak ada tim khusus penjaring kelompok artis, kelompok militer, atau lainnya. Demokrat tak melakukan itu," kata Max.
Pembedaan terhadap kader yang sudah menjadi anggota DPR dengan yang belum dalam sistem rekrutmen ini adalah dalam peningkatan kualitas yang bersangkutan sebagai legislator. Bagi yang baru, mereka ini akan melewati tahapan pendidikan untuk dapat lebih berkualitas. "Jadi mereka yang duduk di kursi legislatif benar-benar akan mengerti masalah politik, masalah demokrasi, dan mengerti apa masalah rakyat," kata Max.
Hasil survei mengenai popularitas dan elektabilitas caleg suatu partai, menurut Max, tak akan terlalu banyak mempengaruhi penilaian rekrutmen yang dilakukan partai. Demokrat yakin kinerja kader dan pengurus partainya akan mampu memenangkan kembali pemilu 2014.
"Apapun hasil survei, itu kami anggap sebagai pemicu semangat saja. Saya pikir survei kan bergerak terus menerus. Kita dalam posisi sebagai juara bertahan, harus percaya diri pada kiherja mesin partai donk," kata Max.
Latar Belakang Caleg Tak Dipertimbangkan
Survei Median juga meneliti tentang latar belakang caleg yang lebih disukai oleh rakyat dengan mengajukan pertanyaan jika caleg yang ditawarkan partai berasal dari antara lain: pengusaha, anggota parpol, tokoh muda, tokoh media, polisi, militer, hingga artis atau seniman.
"Hasilnya, latar belakang pengusaha lebih dikehendaki rakyat dengan besaran 60,5 persen, diikuti oleh latar belakang sebagai anggota parpol sebesar 52 persen, dan tokoh muda (51,3 persen). Sedangkan latar belakang artis atau seniman terlihat paling rendah, yaitu sebesar 33,3 persen,” kata Rico.
Menurut Rico, Salah satu yang harus diperhatikan oleh partai-partai politik yang menjadi peserta pemilu 2014 dari hasil survei ini adalah desakan masyarakat agar parpol mampu melakukan evaluasi dan penilaian yang sungguh-sungguh terhadap para caleg yang akan diusungnya.
“Sudah saatnya parpol lebih memilih caleg yang mampu mengedepankan karakter merakyat, mengingat terkait dengan kredibilitas partai itu sendiri,” kata Rico.
PKS tak terlalu mementingkan pertimbangan caleg berlatarbelakang profesi tertentu. Sepanjang bakal caleg itu memiliki kemampuan dan kapasitas kelimuan yang diperlukan, PKS tak segan untuk merekrutnya.
"Di DPR tidak memerlukan pengusaha, tapi lebih kepada spesialisasi orang dengan backround pendidikan yang diperlukkan oleh alat kelengkapan DPR," kata Luthfi.
Misalnya, untuk anggota DPR RI Komisi III yang membidangi pengawasan hukum, maka kader yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mempunyai keahlian berdasarkan latar belakang keilmuan hukum. Begitu juga untuk Komisi XI yang membutuhkan orang berlatarbelakang ilmu keuangan dan ekonomi. "Jadi masing-masing ada kompetensi," kata Luthfi.
Hal senada diungkapkan Max, bahwa Demokrat tidak melihat latarbelakang profesi seseorang dalam merekrut caleg. "sejauh dia memiliki kredibiltas bagus kami akan rekrut. Apakah dia pengusaha, tokoh agama, atau kelompok apapaun, kami tidak melihat itu," katanya.
Namun, tetap ada peraturan yang mengikat bagi para caleg di suatu dapil. "Jadi nanti tidak akan ada gontok-gontokan diantara sesama caleg pada dapil yang sama," kata Max.
Menurut Max, masyarakat pun sudah semakin cerdas membedakan mana caleg yang pantas dipilih untuk menjadi wakilnya di parlemen. "Masyarakat juga saya rasa melihat banyak hal di DPR sekarang ini bahwa biarpun Venna Melinda itu dulu artis tapi kenyataannya dia cepat sekali beradaptasi dengan dunia politik, yang lain pun begitu," kata Max.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar