Kuwait Petroleum terlalu banyak minta insentif. Ini hanya akan memberatkan Pertamina saja.
Kuwait Petroleum terlalu banyak minta insentif.
Ini hanya akan memberatkan Pertamina saja.
|
Pemerintah mempersilakan PT Pertamina (Persero) memutuskan Kuwait
Petroleum Corporation dan mencari investor lain dalam pembangunan kilang
minyak di Balongan, Jawa Barat. Selama ini negosiasi insentif belum
menemukan titik terang, karena Kuwait Petroleum meminta banyak insentif.
"Tidak tertutup mencari investor lain. Seandainya ada investor lain
mau, tidak masalah," kata Dirjen Minyak dan Gas Bumi, Evita Legowo di
Jakarta, Selasa 7 Maret 2012.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia setidaknya membutuhkan dua kilang dengan kapasitas masing-masing 300 ribu barel per hari yang akan dibangun di Tuban dan Balongan. Untuk kilang di Tuban, Pertamina dan Saudi Aramco Asia Company Limited, telah menandatangani nota kesepahaman untuk pembangunan proyek kilang minyak dan petrokimia yang didesain untuk memproses minyak mentah 300.000 barel per hari.
"Yang sudah jalan agak lumayan dengan Saudi Aramco," katanya. Sedangkan untuk kilang Balongan, saat ini terbuka mencari mitra lain. Namun demikian, pemerintah tidak memutus langsung negosiasi dengan Kuwait Petroleum. Pemerintah meminta Pertamina tetap melakukan negosiasi dengan Kuwait.
Evita mengatakan, jika Kuwait Petroleum mau mengurangi poin-poin insentif yang diminta, maka ada kemungkinan pembangunan kilang Balongan akan dilanjut. Ia berharap kesepakatan membangun kilang ini dapat selesai tahun ini dan ditargetkan beroperasi pada 2017.
"Yang pasti harus deal. Sekarang kan dealnya belum cocok," katanya.
Pemerintah sendiri mengaku telah memiliki sejumlah investor asing yang berminat untuk membangun kilang di Balongan, namun dia belum bisa menyatakan siapa saja yang berminat.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Mochamad Harun menyatakan, Pertamina saat ini masih melanjutkan negosiasi insentif kilang dengan Kuwait Petroleum. Pertamina belum ada rencana mencari rekanan lain.
"Memang ada beberapa poin yang ditolak pemerintah, namun kami terus membicarakannya dengan pihak Kuwait," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro menyatakan, permintaan insentif dari Kuwait Petroleoum berlebihan, terutama import duty, yaitu perlindungan produksi kilang dalam negeri di mana perusahaan lain yang tidak memiliki kilang di Indonesia. Selain itu, harga minyak mentah yang akan dipasok untuk kilang itu juga dikenakan 15 persen lebih tinggi dari formula minyak mentah Singapura (MOPS).
"Ini tidak berjalan mulus karena permintaan Kuwait itu berlebihan dan memberatkan Pertamina. Solusinya, lebih baik cari investor lain," ujarnya akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia setidaknya membutuhkan dua kilang dengan kapasitas masing-masing 300 ribu barel per hari yang akan dibangun di Tuban dan Balongan. Untuk kilang di Tuban, Pertamina dan Saudi Aramco Asia Company Limited, telah menandatangani nota kesepahaman untuk pembangunan proyek kilang minyak dan petrokimia yang didesain untuk memproses minyak mentah 300.000 barel per hari.
"Yang sudah jalan agak lumayan dengan Saudi Aramco," katanya. Sedangkan untuk kilang Balongan, saat ini terbuka mencari mitra lain. Namun demikian, pemerintah tidak memutus langsung negosiasi dengan Kuwait Petroleum. Pemerintah meminta Pertamina tetap melakukan negosiasi dengan Kuwait.
Evita mengatakan, jika Kuwait Petroleum mau mengurangi poin-poin insentif yang diminta, maka ada kemungkinan pembangunan kilang Balongan akan dilanjut. Ia berharap kesepakatan membangun kilang ini dapat selesai tahun ini dan ditargetkan beroperasi pada 2017.
"Yang pasti harus deal. Sekarang kan dealnya belum cocok," katanya.
Pemerintah sendiri mengaku telah memiliki sejumlah investor asing yang berminat untuk membangun kilang di Balongan, namun dia belum bisa menyatakan siapa saja yang berminat.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Mochamad Harun menyatakan, Pertamina saat ini masih melanjutkan negosiasi insentif kilang dengan Kuwait Petroleum. Pertamina belum ada rencana mencari rekanan lain.
"Memang ada beberapa poin yang ditolak pemerintah, namun kami terus membicarakannya dengan pihak Kuwait," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro menyatakan, permintaan insentif dari Kuwait Petroleoum berlebihan, terutama import duty, yaitu perlindungan produksi kilang dalam negeri di mana perusahaan lain yang tidak memiliki kilang di Indonesia. Selain itu, harga minyak mentah yang akan dipasok untuk kilang itu juga dikenakan 15 persen lebih tinggi dari formula minyak mentah Singapura (MOPS).
"Ini tidak berjalan mulus karena permintaan Kuwait itu berlebihan dan memberatkan Pertamina. Solusinya, lebih baik cari investor lain," ujarnya akhir pekan lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar