Jangan hanya melihat masalah TDL dari aspek penyelamatan APBN.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima, menolak keputusan pemerintah yang
menaikkan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Januari 2013. Menurutnya,
kenaikkan tarif dasar listrik akan semakin membebani industri dan
melemahkan daya saing nasional.
“Industri kecil dan padat karya merasakan beban berat menyusul kenaikan tarif dasar listrik,” kata politisi yang membidangi masalah perindustrian, perdagangan, dan BUMN ini.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa pemerintah menaikkan tarif dasar listrik sebesar 15 persen bagi pelanggan di atas 1.300 KW per 1 Januari 2013. Kenaikan dilakukan bertahap--tiap satu atau 3 bulan sekali--sehingga Pemerintah menilai kenaikan TDL ini tidak terlalu dirasakan masyarakat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik beralasan, kenaikan tersebut untuk menghemat APBN 2013.
Aria menjelaskan, akibat rezim perdagangan bebas, industri nasional harus bersaing ketat dengan produk impor, bahkan di pasar dalam negeri sendiri. Kenaikan TDL, katanya, akan semakin melemahkan daya saing produk dalam negeri.
“Apalagi bunga bank yang harus ditanggung industri kita jauh lebih mahal daripada negara kompetitor. Sementara masih buruknya infrastruktur berakibat tingginya biaya transportasi,” kata legislator asal Fraksi PDI Perjuangan ini.
Jika ditambah kenaikan TDL beruntun, Aria Bima khawatir akan banyak industri kecil gulung tikar dan terjadi deindustrialisasi yang akan meningkatkan pengangguran serta kemiskinan.
Kajian Komprehensif
Karena itu, Aria Bima menyarankan pemerintah mengkaji secara komprehensif masalah tarif dasar listrik ini. Dia meminta Pemerintah jangan hanya melihat masalah TDL dari aspek penyelamatan APBN, tapi harusnya lebih kepada penyelamatan ekonomi secara umum. "Rekomendasi Panja Daya Saing DPR yang meminta pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi peningkatan daya saing nasional juga harus diperhatikan,” kata Aria.
Pemerintah, lanjutnya, juga perlu memperhatikan prinsip pro-growth, pro-poor, dan pro-job yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. Artinya, kebijakan terkait tarif dasar listrik tidak hanya mempertimbangkan pembangunan infrastruktur (pro-growth), melainkan juga dampaknya bagi kemungkinan terjadinya PHK massal (pro-job) dan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan (pro-poor).
“Industri kecil dan padat karya merasakan beban berat menyusul kenaikan tarif dasar listrik,” kata politisi yang membidangi masalah perindustrian, perdagangan, dan BUMN ini.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa pemerintah menaikkan tarif dasar listrik sebesar 15 persen bagi pelanggan di atas 1.300 KW per 1 Januari 2013. Kenaikan dilakukan bertahap--tiap satu atau 3 bulan sekali--sehingga Pemerintah menilai kenaikan TDL ini tidak terlalu dirasakan masyarakat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik beralasan, kenaikan tersebut untuk menghemat APBN 2013.
Aria menjelaskan, akibat rezim perdagangan bebas, industri nasional harus bersaing ketat dengan produk impor, bahkan di pasar dalam negeri sendiri. Kenaikan TDL, katanya, akan semakin melemahkan daya saing produk dalam negeri.
“Apalagi bunga bank yang harus ditanggung industri kita jauh lebih mahal daripada negara kompetitor. Sementara masih buruknya infrastruktur berakibat tingginya biaya transportasi,” kata legislator asal Fraksi PDI Perjuangan ini.
Jika ditambah kenaikan TDL beruntun, Aria Bima khawatir akan banyak industri kecil gulung tikar dan terjadi deindustrialisasi yang akan meningkatkan pengangguran serta kemiskinan.
Kajian Komprehensif
Karena itu, Aria Bima menyarankan pemerintah mengkaji secara komprehensif masalah tarif dasar listrik ini. Dia meminta Pemerintah jangan hanya melihat masalah TDL dari aspek penyelamatan APBN, tapi harusnya lebih kepada penyelamatan ekonomi secara umum. "Rekomendasi Panja Daya Saing DPR yang meminta pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi peningkatan daya saing nasional juga harus diperhatikan,” kata Aria.
Pemerintah, lanjutnya, juga perlu memperhatikan prinsip pro-growth, pro-poor, dan pro-job yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. Artinya, kebijakan terkait tarif dasar listrik tidak hanya mempertimbangkan pembangunan infrastruktur (pro-growth), melainkan juga dampaknya bagi kemungkinan terjadinya PHK massal (pro-job) dan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan (pro-poor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar