Selamat Datang di Website blogger Jhon Demos Silalahi

16 Jan 2013

LAPAN Bangun Bandar Antariksa di Morotai


Roket Zenit-3SL membawa satelit Intelsat 21
Roket Zenit-3SL Sea Launch siap meluncur membawa satelit Intelsat 21 (Kredit Foto: Sea Launch)

Indonesia patut berbangga hati dengan prestasi pengembangan roket dan satelit oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam beberapa tahun terakhir. Untuk terus mengembangkan teknologi antariksanya, kini LAPAN merintis pembangunan bandar antariksa (spaceport) nasional untuk keperluan peluncuran Roket Pengorbit Satelit (RPS) dan juga satelit lain.
LAPAN telah memilih pulau Morotai sebagai lokasi pembangunan bandar antariksa, mengeliminasi tiga kemungkinan lokasi lainnya yaitu Biak, Nias dan Enggano. Pulau yang terletak di Provinsi Maluku Utara ini berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik dan Laut Halmahera di sebelah utara, timur, dan barat. Ini mengingat potensi dan kualifikasi pulau tersebut yang paling memungkinkan untuk pembangunan bandar antariksa.
Menurut kepala LAPAN, Bambang S. Tedjasukmana pada Selasa, 27 November 2012, pembangunan (persiapan) akan dilakukan segera pada tahun 2013 dengan target selesai pada 2025. "Untuk meluncurkan RPS dan satelit sendiri, Indonesia memerlukan bandar antariksa yang profesional," kata Bambang.

Selain untuk meluncurkan RPS dan satelit, bandar antariksa yang rencananya dibangun dengan perkiraan biaya awal Rp 20 miliar tersebut, juga akan dimanfaatkan sebagai lokasi uji terbang pesawat Unmanned Aerial Vehicle (UAV) -tak berawak-.

Mengenai pilihan yang jatuh pada Morotai, Bambang mengungkapkan pembangunan bandar antariksa harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sedapat mungkin lokasi bandar antariksa ditempatkan dekat dengan garis khatulistiwa, tidak ada konflik terhadap tanah yang akan dijadikan lokasi, menghadap ke laut bebas, jauh dari pemukiman penduduk, kondisi iklim dan cuaca yang mendukung untuk peluncuran RPS, dan bebas dari gempa.
Wilayah Morotai berdekatan dengan Samudera Pasifik. Peluncuran roket bisa dilakukan secara langsung tanpa melewati negara tetangga
"Kita sudah kaji Enggano, sudah periksa infrastrukturnya. Kelebihannya di Morotai punya 7 landasan yang panjangnya mencapai 3 km bekas Perang Dunia II. Selain itu kita lihat di Enggano ada potensi untuk tsunami. Kalau di Biak, kami baru masuk, sudah banyak masalah sosial," ujar Bambang.
Bambang juga mengatakan, wilayah Morotai berdekatan dengan Samudera Pasifik. Peluncuran roket bisa dilakukan secara langsung tanpa melewati negara tetangga. Hal ini memudahkan program peluncuran yang akan dilakukan.

Dari sisi sosiologis, tidak ada tanah adat di Morotai sehingga pembebasan tanah untuk kepentingan pembangunan bandar antariksa akan lebih mudah. Jumlah penduduk di Morotai juga hanya 60.000 jiwa, belum terlalu padat. Bandar antariksa di Morotai, jika dibandingkan dengan bandar antariksa lain di dunia memiliki kelebihan. Bandar antariksa ini terletak di wilayah ekuator. Secara ekonomis, peluncuran di ekuator lebih murah.
Butuh Waktu yang Panjang

Bambang menjelaskan untuk mewujudkan bandar antariksa nasional masih perlu waktu yang panjang. Menurut Bambang, dalam roadmap LAPAN, bandar antariksa di Pulau Marotai akan selesai dibangun pada 2025.

"Kami merintis dulu. Untuk langkah pertama kita siapkan launcher-nya (peluncur), landasan peluncuran, pemindahan alat-alat meteorologi ke sana, juga mulai menempatkan para insinyur kita di sana," paparnya. Jika tahapan tersebut sudah selesai, menurutnya baru akan melangkah ke pembangunan bandar antariksa.

Sebagai langkah awal, LAPAN akan mencoba meluncurkan roket RX-550 pada tahun 2013. LAPAN juga akan merencanakan tata ruang, pembangunan launcher, pemindahan alat meteorologi serta pembangkit listrik.

Sebelumnya, LAPAN telah mengembangkan fasilitas peluncuran satelit di Pameungpeuk, Jawa Barat. Stasiun tersebut selama ini digunakan untuk meluncurkan berbagai roket eksperimen hasil penelitian dan pengembangan LAPAN. Lokasi tersebut tidak bisa digunakan sebagai tempat pembangunan bandar antariksa karena terlalu padat. Selain itu, di Pameungpeuk itu sudah padat penduduk dan muncul berbagai penginapan untuk objek wisata, juga banyak kapal berlalu lalang di sana. Untuk meluncurkan RPS, dibutuhkan bandar antariksa yang luas.
Tanjung Sangowo, yang berlokasi antara Desa Sangowo dan Desa Mira, Morotarai Timur, sangat potensial sebagai bandar antariksa
Saat ini, ada 6 lokasi di Morotai yang akan dikaji sebagai lokasi bandar antariksa. Keenamnya adalah Tanjung Gurango, Desa Gorua, Kecamatan Marotai Utara. Alternatif kedua Desa Bido, Kecamatan Morotarai Utara, ketiga Desa Mira Kecamatan Morotarai Timur.

Seluruh lokasi ini merupakan daerah perbukitan, pinggir pantai dan menghadap lautan bebas, dekat dengan sungai, berjarak 1-2 KM dari pemukiman penduduk.

Alternatif selanjutnya Pulau Tabailenge, berada di depan kota Berebere dengan jarak kurang lebih 2,5 KM, lokasi lain antara Desa Sangowo dengan Desa Daeo, Morotarai Timur dan alternatif terakhir Tanjung Sangowo, yang berlokasi antara Desa Sangowo dan Desa Mira, Morotarai Timur. Wilayah terakhir ini merupakan wilayah yang sangat potensial sebagai bandar antariksa.


Tawarkan Kerjasama ke Korea Selatan

LAPAN juga mengajukan tawaran kerjasama ke Korea Selatan, dimana negara ini tidak memiliki bandar antariksa sendiri. Posisi Indonesia yang berada di ekuator memberi keuntungan tersendiri, sedangkan Korea Selatan tidak bisa meluncurkan satelit mereka karena akan melewati wilayah Jepang.

Adapun kerjasama yang dimaksud adalah pembangunan infrastruktur bandar antariksa, maupun yang lainnya. Meski membuka peluang kerjasama, Bambang memastikan bahwa kepemilikan bandar antariksa sepenuhnya tetap menjadi milik dan dikelola Indonesia, tidak jatuh ke tangan asing.

Pihak negara lain yang bekerjasama, hanya sebatas membawa fasilitas integrasi untuk peluncuran satelit di bandar antariksa. Pengelolaan tetap berada di tangan Indonesia dalam hal ini LAPAN.
Saat ini, negara yang telah memiliki bandar antariksa antara lain Australia, Amerika Serikat, Jepang, India dan China
Ia menggambarkan bahwa pihak yang nantinya menjalin kerjasama dalam pembangunan bandar antariksa, akan mendapat fasilitas tertentu. Ada perjanjian dan kewajiban tertentu dnegan prinsip saling menguntungkan. Tapi tidak dijelaskan secara detail mengenai fasilitas yang dimaksud.

Bambang mengatakan, adanya bandar antariksa di Indonesia akan membawa beberapa keuntungan. "Kita bisa luncurkan satelit sendiri. Fasilitasnya kita pakai sendiri. Orang yang kerja adalah orang Indonesia. Ini akan membuka kesempatan bagi orang Indonesia untuk lebih pintar," jelas Bambang. 

Saat ini, negara yang telah memiliki bandar antariksa antara lain Australia (2 buah), Amerika Serikat (2 buah), Jepang (1 buah), India (1 buah) dan beberapa di China.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar