Selamat Datang di Website blogger Jhon Demos Silalahi

16 Jan 2013

"Perda Diskriminatif Jangan Sebut Perda Syariah"

"Tentu ini sangat bias dan merugikan umat Islam," kata Jazuli.

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juaeni mengatakan dalam kontruksi pembentukan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia tidak dikenal 'Perda  (Peraturan Daerah) Syariah'. Sebab, Indonesia bukan negara agama.

Hal ini perlu diluruskan. Karena menurut Jazuli, Perda tertentu selalu disebut-sebut sebagai 'Perda Syariah'.

Padahal, dalam sila pertama yakni, Ketuhanan Yang Maha Esa, bermakna setiap agama dapat mengaktualisasikan nilai-nilai agama sesuai keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.

"Artinya, nilai-nilai agama di Indonesia sudah seharusnya menjadi basis moralitas yang menjadi solusi berbagai macam persoalan bangsa. Sehingga bicara Syariat Islam itu sejatinya luhur, indah, dan pasti rahmatan lilalamin," ujar Jazuli, Rabu 9 Januari 2013.

Jazuli menyarankan, daripada menyeret-nyeret 'embel-embel' Syariah terhadap Perda yang kontroversi, lebih baik fokus pada subtansinya apakah mengandung diskriminasi atau pelanggaran kepentingan umum.

"Sebut saja Perda-perda yang terindikasi diskriminatif. Saya kira ini jauh lebih baik dan objektif," tegasnya.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan ini menyatakan, dari sekian banyak Perda yang dinilai bernuansa Syariat ternyata setelah dibaca pada umumnya mengatur ketertiban umum, etika publik, adat istiadat, larangan perilaku asusila, dan antisipasi tindak kejahatan.

"Kalau subtansinya demikian, tentu seharusnya semua agama punya konsen yang sama. Semua agama mengajarkan hal yang sama, jadi bukan hanya domain (Syariat) Islam," tuturnya.

Hanya saja, lanjut Jazuli, mungkin sejumlah substansi dari Perda-perda tersebut dipersepsikan diskriminatif oleh sebagian pihak. "Nah, yang demikian jangan kemudian langsung distigmatisasi sebagai Perda Syariah. Tentu ini sangat bias dan merugikan umat Islam. Sebut saja perda dimaksud subtansinya diskriminatif," ungkapnya.

Untuk Perda-perda diskriminatif dan melanggar kepentingan umum, menurutnya tersedia ruang evaluasi oleh pemerintah maupun publik melalui uji materi.

"Jangan isunya dikembangkan yang justru berdampak pada mendeskreditkan Syariat Islam atau ajaran agama manapun," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar