Jenis usaha ini berada pada posisi dilematis atas kenaikan TTL.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, kenaikan tarif tenaga listrik bakal memberatkan kalangan industri di Bali. Terutama, industri manufaktur yang terancam bangkrut.
Ketua Apindo Bali,
Panundiana Kuhn, mengungkapkan kenapa industri manufaktur paling terkena
dibandingkan industri lain, terutama pariwisata. Sebab, industri
pariwisata sudah menaikkan tarif kamar sebesar 10-15 persen, jauh
sebelum isu tarif listrik naik.
"Kenaikan tarif listrik
itu tidak berdampak pada kebutuhan pasar. Sebab, sebagai destinasi
pariwisata dunia, harga kamar di Bali masih relatif murah dibanding
negara lain," ujarnya.
Kuhn menuturkan, tarif
kamar hotel bintang lima di negara lain tidak kurang dari US$400.
Sementara itu, di Bali, dengan kualitas dan standar yang sama hanya
dibanderol US$100 per malam. "Bali destinasi dunia, dengan harga yang
juga termurah di dunia," tambahnya.
Sebaliknya, dia
melanjutkan, kenaikan tarif tenaga listrik yang berlaku per 1 Januari
2013 itu justru berdampak signifikan bagi industri manufaktur Bali,
seperti kerajinan kayu, suvenir, perak, serta berbagai industri rumah
tangga lainnya.
Menurut Kuhn, jenis usaha
ini berada pada posisi dilematis atas kenaikan tarif listrik. "Mau
menaikkan harga produk, takut kehilangan pasar karena banyak persaingan.
Di sisi lain, mau mempertahankan harga yang stabil, biaya produksi akan
terbebani," ujarnya.
Cepat atau lambat, menurut dia, akan banyak usaha yang bangkrut. Tentunya, ancaman pemutusan hubungan kerja juga menghantui.
Solusinya, Kuhn
melanjutkan, pemerintah harus memberikan proteksi sektor industri
manufaktur dengan cara apa pun. Seperti di banyak negara lain, pengusaha
yang disubsidi bukan sebaliknya.
"Indonesia ini memang aneh, kenaikan tarif listrik justru dikenakan pada pengusaha," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar