Sekolah bertaraf internasional membuka potensi lahirnya diskriminasi.
Mahkamah Konstitusi
membubarkan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI). Mahkamah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 ayat 3 UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Pasal
tersebut berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional”.
"Menyatakan Pasal 50 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Gedung MK,
Jakarta, Selasa, 8 Januari 2013.
Juru Bicara MK Akil Mochtar
mengatakan dengan dibatalkannya Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tersebut
maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah
biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan,"
kata dia.
Mahkamah berpendapat RSBI dapat membuka potensi
lahirnya diskriminasi, dan menyebabkan terjadinya kastanisasi
(penggolongan) dalam bidang pendidikan.
"Hanya siswa dari
keluarga kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI
atau SBI (sekolah kaya atau elit). Sedangkan siswa dari keluarga
sederhana atau tidak mampu (miskin) hanya memiliki kesempatan diterima
di sekolah umum (sekolah miskin). Selain itu muncul pula kasta dalam
sekolah seperti yaitu SBI, RSBI dan Sekolah Reguler," kata Akil.
Selain
itu, Mahkamah berpendapat bahwa penekanan bahasa Inggris bagi siswa di
sekolah RSBI atau SBI merupakan penghianatan terhadap Sumpah Pemuda
tahun 1928 yang menyatakan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, seluruh sekolah di Indonesia harus menggunakan bahasa
pengantar bahasa Indonesia.
"Adanya aturan bahwa bahasa
Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk di beberapa mata
pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal di
RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja
mengabaikan peranan bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36
UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia," ujar
Akil.
Beda Pendapat
Dalam putusan tersebut,
Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda. Menurutnya
penghapusan RSBI atau SBI justru menyuburkan larinya anak-anak ke luar
negeri untuk mencari pendidikan yang bermutu tinggi, sementara upaya
peningkatan mutu pendidikan dalam negeri tidak mendapat sambutan dengan
tangan terbuka.
"Hal-hal yang menjadi kelemahan RSBI dan SBI sebenarnya dapat diperbaiki tanpa
membatalkan upaya perbaikan mutu pendidikan lewat RSBI dan SBI. RSBI
atau SBI merupakan upaya nyata dan hasil positif perbaikan pemerataan
mutu pendidikan, sekali pun masih mengandung kelemahan. Berdasarkan
argumentasi tersebut di atas seharusnya permohonan ini ditolak," ujar
Achmad Sodiki.
Seperti diketahui, Koalisi Anti Komersialisasi
Pendidikan (KAKP) mengajukan uji materi UU Sisdiknas ke Mahkamah
Konstitusi pada 11 Januari 2012. Kuasa hukum pemohon, Wahyu Wagiman
mengatakan guna mendukung pemenuhan Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas,
pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan, seperti PP No 17/2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan serta Permendiknas No
78/2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional.
"Peraturan-peraturan
itulah yang kemudian menjadi dasar penyelenggaraan RSBI untuk memungut
bayaran tinggi kepada warga negara dan tidak terjangkau oleh kelompok
miskin," ujarnya dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Jumat,
27 Januari 2012 lalu.
Menurutnya, penyelenggaraan RSBI telah
memicu dualisme sistem pendidikan nasional karena mengacu pada kurikulum
yang terdapat pada lembaga pendidikan negara-negara Organisasi Kerja
Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Penyelenggaraan RSBI juga
bertentangan dengan sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia" karena sekolah milik pemerintah tersebut tidak dapat
diakses oleh seluruh warga negara terutama dari murid keluarga miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar