Pemerintah harus fokus menggarap empat sektor prioritas agar
Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia
pada tahun 2030. Penggeraknya tidak lain adalah energi positif bangsa
dan karakter kepemimpinan yang tepat.
”Untuk menjadi negara
dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia tahun 2030, yang diperlukan
Indonesia adalah energi positif dan lebih fokus,” kata pemimpin PT
McKinsey Indonesia Raoul FML Oberman pada acara yang digelar Komite
Ekonomi Nasional (KEN), di Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Hadir
dalam kesempatan itu antara lain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
bersama sejumlah menteri bidang perekonomian, beberapa duta besar negara
asing, dan para pelaku usaha.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam pidato kunci menyatakan, ekonomi Indonesia memiliki peluang
sangat besar untuk tumbuh jauh lebih tinggi. Dengan korupsi yang masih
cukup marak dan infrastruktur yang kurang memadai saja, Indonesia
sekarang mampu tumbuh 6 persen lebih.
”Masih ada ruang (tumbuh
lebih besar). Dengan korupsi yang masih terjadi, kemacetan lalu lintas,
infrastruktur kurang memadai, kita tumbuh 6 persen, apalagi jika itu
semua dibereskan,” ujar Presiden kemarin.
Fokus yang dimaksud
Raoul adalah pada empat sektor, meliputi konsumsi, pertanian dan
perikanan, sumber daya alam, serta sumber daya manusia. Indonesia
memiliki potensi keunggulan dalam empat sektor itu. Pada saat yang sama,
sektor itu memiliki peluang pasar yang besar, yakni dari 0,5 triliun
dollar AS tahun ini menjadi 1,8 triliun dollar AS tahun 2030.
43 juta buruh
Berdasarkan
studi McKinsey Global Institute (MGI), kelas menengah Indonesia akan
tumbuh dari 45 juta orang pada tahun ini menjadi 135 juta orang pada
tahun 2030. Artinya, akan ada 90 juta konsumen baru yang membutuhkan
pasokan beragam barang dan jasa.
Dalam hal pertanian dan
perikanan, menurut Raoul, permintaan akan meroket seiring dengan
bertambahnya populasi dunia, sedangkan pasokan terbatas. Transformasi
sektor yang selama ini konvensional menjadi lebih modern menjadi
krusial.
Berdasarkan proyeksi Organisasi Pangan dan Pertanian
(FAO), Indonesia akan memproduksi 197 juta ton padi tahun 2030. Ini
dengan asumsi seluruh sistem pertanian berjalan normal. Menghitung
kehilangan pada proses sekaligus usaha peningkatan produksi, total
produksi padi tahun 2030 diperkirakan 310 juta ton. Kebutuhan domestik
akan sebanyak 180 juta ton sehingga terdapat surplus 130 juta ton yang
bisa diekspor.
Terkait dengan sumber daya alam, Raoul berpendapat,
ketika energi fosil semakin terbatas, kemampuan Indonesia memanfaatkan
dan beradaptasi dengan energi alternatif jadi penting. Fokus ke energi
panas bumi penting karena Indonesia memiliki cadangan terbesar di
dunia.
Sementara untuk sumber daya manusia, Raoul menyatakan,
dengan pertumbuhan konservatif 5-6 persen per tahun saja, Indonesia
membutuhkan tambahan tenaga kerja sebanyak 43 juta jiwa tahun 2030 dari
tahun ini yang berjumlah 109 juta jiwa.
Asas Bhinneka Tunggal
Ika, menurut Raoul, adalah energi positif Indonesia. Jika
dikombinasikan dengan karakter kepemimpinan yang kuat, langkah untuk
fokus menggarap empat sektor prioritas akan mengantarkan Indonesia naik
ke urutan ke-7 terbesar dunia tahun 2030.
”Pertanyaannya,
kepemimpinan seperti apa. Tentu ini adalah kepemimpinan yang mampu
mengintegrasikan swasta dan pemerintah,” kata Raoul.
Pada
kesempatan yang sama, Ketua KEN Chairul Tanjung sependapat bahwa
pemerintah harus fokus, salah satunya dalam hal sumber daya manusia.
Industri unggulan harus segera ditentukan dan digarap.
Ia juga mengingatkan, peran pemerintah akan surut seiring dengan kemajuan ekonomi bangsa. Peran swasta sebaliknya meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar