Welcome Nakhoda Ragam. Tiga korvet Nakhoda Ragam Class buatan Inggris,
segera bergabung dengan Angkatan Laut Indonesia setelah dibeli seharga
380 juta USD dari Galangan Kapal Lursen Jerman. Pakistan sempat berminat
membeli 3 korvet itu, namun batal karena harganya tidak bisa turun dari
300 juta USD.
Ada sesuatu yang menarik dari 3 korvet Nakhoda Ragam Class yang
bersandar di Galangan Kapal Lursen Jerman. Rudal-rudal kapal perang itu,
sudah tidak ada, hanya meninggalkan peluncur saja.
Salah satu peluncur yang menarik perhatian adalah torpedo Sting Ray launcher, anti-kapal selam.
Torpedo Sting Ray dan Spearfish merupakan senjata andalan Angkatan
Laut Inggris. Tahun 2009 lalu, Menteri Pertahanan Inggris menandatangani
kontrak seharga 615 juta USD dengan BAE Systems Insyte Inggris, untuk
pengadaan dan perawatan torpedo Sting Ray dan Spearfish Royal Navy
selama 10 tahun ke depan.
”It covers all aspects of support and maintenance, as well as
Spearfish development and upgrade work”, ujar petinggi BAE Systems
Insyte.
Sting Ray torpedo kelas ringan yang diinstal di kapal perang Inggris, helikopter Lynx dan Merlin, serta Pesawat Patroli Maritim Nimrod. Versi terbarunya adalah Sting Ray Mod 1.
Adapun Spearfish merupakan torpedo kelas berat dengan kecepatan 80
knot yang diinstal di seluruh kapal perang Inggris, termasuk: SSN
Swiftsure, Trafalgar, Astute (attack boats class) dan SSBN Vanguard yang
juga mengusung rudal nuklir.
Negara lain pengguna torpedo Sting Ray adalah Norwegia yang juga
Anglo Saxon. Norwegia melengkapi kapal perang dan helikopternya dengan
torpedo Sting Ray Mod 1. Norwegia memilih rudal ini karena memiliki
kemampuan integrasi ke dalam platform sistem senjata permukaan dan udara
dan Sting Ray dirancang untuk menghantam semua jenis kapal selam.
Selain Inggris dan Norwegia, Sting Ray juga digunakan oleh Angkatan
Laut Thailand, karena dinilai cocok digunakan untuk laut yang dangkal.
Inggris menjualnya ke Brunei karena bagian negara persemakmuran dan
membutuhkan pertahanan yang handal akibat teritori negara yang kecil dan
tidak dianggap ancaman.
Namun di tengah jalan, Inggris dan Brunei bersengketa tentang pembangunan 3 korvet tersebut. Pengadilan Arbitrase Internasional memenangkan gugatan Inggris, sehingga Brunei harus membayar 3 korvet yang telah dipesan.
Brunei membayarnya tapi tidak mau menggunakan korvet tersebut dengan
cara menjualnya ke galangan kapal Lursen Jerman. Karena Brunei menolak
membawa pulang Korvet Nakhoda Ragam Class, Inggris pun mencabut
rudalnya.
Yang menjadi persoalan apakah Inggris mau menjual Sting Ray Mod 1 ke Indonesia ?. Kira-kira apa reaksi dari negara negara persemakmuran yang mengelilingi Indonesia seperti: Malaysia, Australia, Singapura dan Brunei Darussalam ?.
Semoga Inggris mau menjual Sting Ray ke Indonesia. Jika tidak, Indonesia terpaksa mencabut peluncur rudal tersebut.
Persoalan lain adalah, korvet ini belum pernah melakukan uji tembak
rudal, baru sebatas sea trial. Brunei menggugat korvet tersebut, saat
masih tahapan sea trial. Bagaimana jika rudal yang ditembakkan meleset.
Siapa yang bertanggung jawab ?
Lursen Jerman menjual ketiga korvet dengan kondisi apa adanya, “kosongan”, tanpa rudal. Untuk itu pemerintah mengalokasikan 80 juta USD untuk repowering dan up-grade ketiga korvet Nakhda Ragam Class. Jika sudah diupgrade dan dipersenjatai, siapa pula yang bertanggung jawab, untuk membawa 3 korvet Nakhoda Ragam ke tanah air ? Welcome Nakhoda Ragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar