Selamat Datang di Website blogger Jhon Demos Silalahi

8 Jan 2013

Menkeu: Penyesuaian Harga Bbm Cegah Bahaya Fiskal

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dapat dilakukan untuk mencegah bahaya jangka panjang yang dapat menganggu kesehatan fiskal secara nasional.
"Kalau pengendalian dan kontrol BBM bersubsidi tidak dilakukan maka harus terjadi penyesuaian harga," ujarnya dalam jumpa pers terkait perkembangan ekonomi makro dan realisasi APBN-Perubahan 2012 di Jakarta, Senin.
Untuk itu, Menkeu kembali mengingatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2013, untuk melakukan pengendalian kuota BBM bersubsidi yang selama dua tahun terakhir tidak berjalan maksimal.
Opsi untuk pengendalian tersebut, lanjut dia, merupakan opsi pertama yang wajib dilakukan pemerintah terkait kebijakan energi dan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi merupakan pilihan terakhir.
"Kalau menyesuaikan harga BBM, dampaknya terhadap inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar, sudah kita persiapkan dan kita hitung, tapi prioritas kita tetap mengendalikan konsumsi BBM," ujarnya.
Menurut dia, potensi kelebihan konsumsi kuota BBM bersubsidi pada 2013, dari 46 juta kiloliter, sangat besar dan kondisi tersebut dapat membahayakan kesinambungan fiskal dalam jangka panjang.
"Kalau sudah dianggarkan dan ada lonjakan kelebihan seperti yang terjadi dalam dua tahun terakhir, itu akan membahayakan kesinambungan fiskal," ujarnya.
Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro juga menekankan adanya upaya pengendalian BBM bersubsidi yang lebih terukur pada 2013 agar konsumsi tidak melebihi kuota, seperti tahun 2012 yang mencapai 45,2 juta kiloliter.
"Kalau tidak ada kebijakan pengendalian, pasti kuota 2013 akan terlewat. Untuk itu sangat penting ada pengendalian BBM yang outputnya lebih terukur," katanya.
Bambang menginginkan adanya kejelasan dalam kebijakan energi, seperti implementasi konversi gas yang lebih nyata, karena konsumsi BBM berlebihan juga dapat menyebabkan impor minyak dan membahayakan neraca perdagangan.
"Kita ingin didepan ini kebijakan energinya jelas. Kalau mau konversi energi lakukan jangan maju mundur seperti sekarang," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja subsidi energi pada Desember 2012 mencapai Rp306,5 triliun atau melebihi pagu APBN-Perubahan 2012 sebesar Rp202,4 triliun (151,5 persen).
Realisasi subsidi BBM mencapai Rp211,9 triliun atau melebihi pagu Rp137,5 triliun (154,2 persen) dan subsidi listrik mencapai Rp94,6 triliun atau melebihi pagu 65 triliun (145,6 persen).

Faktor yang menyebabkan tingginya realisasi subsidi energi tersebut adalah harga ICP minyak yang melebihi asumsi pada APBN-Perubahan, pelemahan nilai tukar rupiah dan volume BBM bersubsidi yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar