Jika melihat penampilannya, tentara memiliki kualifikasi sebagai atlet.
Fisik kuat, disiplin tinggi dan tentu saja intelijensianya tidak
jongkok, mengingat akademi militer atau pendidikan militer melatih dan
membina orang-orang yang terpilih.
Rahmad Darmawan, disebut wartawan olahraga Ian Situmorang sebagai satu tentara di dunia olahraga. Rahmad, yang mantan pelatih kepala timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 lalu, masih berdinas di Korps Marinir TNI-Angkatan Laut.
Ian juga menyebut Albert Papilaya, mantan anggota Brimob yang kemudian menjadi petinju. “Hingga saat ini pun memang masih ada tentara yang menjadi atlet,” katanya.
Menurut Ian, untuk ukuran prestasi, cabang menembak ada atletnya yang berasal dari tentara. Namun dari pengalaman selama ini, atlet yang berasal dari tentara biasanya masuk ke cabang atletik, tinju atau olahraga bela diri.
Pemimpin Redaksi Tabloid Bola ini mengingatkan, dunia atlet terbuka bagi siapa saja, bahkan termasuk pegawai negeri. Namun semua ada aturan mainnya yang harus diikuti.
Terkait dengan kekuatan fisik dan mental, antara atlet yang berasal dari tentara maupun sipil tidak ada bedanya jika berlatih dan digembleng sejak muda. Jadi perlakuannya harus sama dalam pelatihan dan pembinaan.
Ian juga menekankan sebenarnya bukan hanya tentara yang bagus menjadi atlet, tetapi banyak juga atlet yang menjadi tentara. Sebagai contoh, tahun lalu tiga atlet lari Sumatera Selatan: Rio Maholtra, Ferryanto, serta Dekker Ariandes bergabung ke TNI-Angkatan Darat.
Di samping kekuatan fisik dan mental, Ian juga melihat ada kelemahan yang dimiliki atlet dari tentara. Biasanya dari segi usia, sehingga untuk ukuran atlet sudah terlambat.
Selain itu, otot-ototnya sudah sulit diubah. Cabang paling memungkinkan diisi tentara jika ingin direkrut, yakni menembak yang tidak memerlukan otot. Hanya konsentrasi yang jadi kebutuhan utama.
Karena itu, Ian menegaskan, “tentara menjadi atlet itu sudah ketuaan, bibit atlet itu harus dari kecil.”
Kendati demikian, Kepala Dinas Penerangan TNI-Angkatan Udara, Marsekal Pertama TNI Azman Yunus menegaskan, pembinaan fisik melalui olahraga di ketentaraan sudah rutin dilakukan. Manakala ada yang dilihat begitu berhasrat meraih prestasi di olahraga, bisa saja didorong menjadi atlet.
Bahkan cabang olahraga yang dilakukan pun beragam. “Misalnya menembak, voli, maupun bola kaki. Dari situ kita bisa lihat yang berpotensi menjadi atlet,” ujarnya.
Terkait dengan asumsi otot prajurit TNI yang terlalu kuat sehingga sulit menjaga akurasi, bagi Azman, itu mungkin penilaian orang lain. “Mungkin saja itu pendapat teman-teman di luar sana. Tidak ada riset mengenai otot-otot yang tegang itu,” katanya.
Namun Azman mengingatkan, bagi tentara tentu yang diutamakan adalah tugas militernya.
Pada prinsipnya TNI mempersilakan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) memanfaatkan potensi ribuan prajurit yang selama ini hanya berlatih di barak. “Why not. Dari cabang renang, bowling ada yang pernah juara SEA Games,” tambah Azman.
Sedangkan Kolonel Julius Widjojono, Kasubdis Penum Dinas Penerangan TNI-Angkatan Laut mengatakan ada kendala mendasar ketika tentara menjadi atlet. Yakni berbenturan dengan pekerjaan atau tugasnya sebagai prajurit. “Jadi harus melakukan pekerjaan juga namun harus fokus ke olahraga juga,“ tandasnya.
Rahmad Darmawan, disebut wartawan olahraga Ian Situmorang sebagai satu tentara di dunia olahraga. Rahmad, yang mantan pelatih kepala timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011 lalu, masih berdinas di Korps Marinir TNI-Angkatan Laut.
Ian juga menyebut Albert Papilaya, mantan anggota Brimob yang kemudian menjadi petinju. “Hingga saat ini pun memang masih ada tentara yang menjadi atlet,” katanya.
Menurut Ian, untuk ukuran prestasi, cabang menembak ada atletnya yang berasal dari tentara. Namun dari pengalaman selama ini, atlet yang berasal dari tentara biasanya masuk ke cabang atletik, tinju atau olahraga bela diri.
Pemimpin Redaksi Tabloid Bola ini mengingatkan, dunia atlet terbuka bagi siapa saja, bahkan termasuk pegawai negeri. Namun semua ada aturan mainnya yang harus diikuti.
Terkait dengan kekuatan fisik dan mental, antara atlet yang berasal dari tentara maupun sipil tidak ada bedanya jika berlatih dan digembleng sejak muda. Jadi perlakuannya harus sama dalam pelatihan dan pembinaan.
Ian juga menekankan sebenarnya bukan hanya tentara yang bagus menjadi atlet, tetapi banyak juga atlet yang menjadi tentara. Sebagai contoh, tahun lalu tiga atlet lari Sumatera Selatan: Rio Maholtra, Ferryanto, serta Dekker Ariandes bergabung ke TNI-Angkatan Darat.
Di samping kekuatan fisik dan mental, Ian juga melihat ada kelemahan yang dimiliki atlet dari tentara. Biasanya dari segi usia, sehingga untuk ukuran atlet sudah terlambat.
Selain itu, otot-ototnya sudah sulit diubah. Cabang paling memungkinkan diisi tentara jika ingin direkrut, yakni menembak yang tidak memerlukan otot. Hanya konsentrasi yang jadi kebutuhan utama.
Karena itu, Ian menegaskan, “tentara menjadi atlet itu sudah ketuaan, bibit atlet itu harus dari kecil.”
Kendati demikian, Kepala Dinas Penerangan TNI-Angkatan Udara, Marsekal Pertama TNI Azman Yunus menegaskan, pembinaan fisik melalui olahraga di ketentaraan sudah rutin dilakukan. Manakala ada yang dilihat begitu berhasrat meraih prestasi di olahraga, bisa saja didorong menjadi atlet.
Bahkan cabang olahraga yang dilakukan pun beragam. “Misalnya menembak, voli, maupun bola kaki. Dari situ kita bisa lihat yang berpotensi menjadi atlet,” ujarnya.
Terkait dengan asumsi otot prajurit TNI yang terlalu kuat sehingga sulit menjaga akurasi, bagi Azman, itu mungkin penilaian orang lain. “Mungkin saja itu pendapat teman-teman di luar sana. Tidak ada riset mengenai otot-otot yang tegang itu,” katanya.
Namun Azman mengingatkan, bagi tentara tentu yang diutamakan adalah tugas militernya.
Pada prinsipnya TNI mempersilakan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) memanfaatkan potensi ribuan prajurit yang selama ini hanya berlatih di barak. “Why not. Dari cabang renang, bowling ada yang pernah juara SEA Games,” tambah Azman.
Sedangkan Kolonel Julius Widjojono, Kasubdis Penum Dinas Penerangan TNI-Angkatan Laut mengatakan ada kendala mendasar ketika tentara menjadi atlet. Yakni berbenturan dengan pekerjaan atau tugasnya sebagai prajurit. “Jadi harus melakukan pekerjaan juga namun harus fokus ke olahraga juga,“ tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar