Jakarta - Save Our Soccer menyebut
kalau mafia telah menguasai sepakbola Indonesia. Gerakan kelompok
suporter yang diprakarsai oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) itu juga
mengungkapkan keterlibatan pemain, klub sampai pengurus asosiasi.
Melakukan penyelidikan sejak 2011, SOS mengungkapkan kalau hampir seluruh pelaku sepakbola di tanah air terlibat dalam pengaturan pertandingan. Aksi pengaturan pertandingan diklaim sudah ada sejak periode 1980-an, namun tren pelakunya mengalami perubahan yang pada awalnya dilakukan pemain, wasit dan kini ke pengurus klub dan asosiasi.
Penelitian dari SOS itu dilengkapi dengan hasil wawancara dan testimoni para pelakunya. Mulai dari perangkat pertandingan, pemain, pengurus klub, hingga pengurus daerah dan pengurus pusat induk olahraga federasi olahraga.
Salah satu kasus yang termuat dalam laporan SOS itu adalah yang melibatkan Ketua Komisi Disiplin PSSI di periode kepemimpinan Nurdin Halid, Togar Manahan Nero dengan pengurus Penajam Medan Jaya. Togar dikabarkan menerima suap Rp 100 juta hingga akhirnya dipecat dari kepungurusan PSSI.
"Tahun 80-an pelakunya adalah pemain dan wasit. Di tahun 90-an karena gaji pemain sudah mulai membaik pelakunya adalah wasit. Sementara akhir tahun 90-an hingga sekarang pelakunya adalah pengurus PSSI," sahut Apung Widadi dari SOS dalam talkshow Mata Najwa yang tayang di MetroTV, Rabu (30/1/2013) malam WIB.
Atas hasil penelitian SOS ini, Menteri Olahraga, Roy Suryo, memang tak menampiknya. Roy juga mengaku tak terkejut dengan adanya praktek mafia di sepakbola Indonesia.
"Saya tidak terkejut (dengan praktek mafia sepakbola), saya berterima kasih kepada SOS karena bisa mengungkapnya," jelas Roy dalam perbincangan di sebuah talk show, (Kamis 30/1/2013) malam WIB.
Senada dengan Roy, Ketua PSSI, Djohar Arifin, juga membenarkan kabar mengenai adanya mafia bola. Bahkan, imbas dari praktek itu, disebutkan Djohar sebagai penghambat sepakbola Indonesia tak kunjung memetik prestasi.
"Sudah 20 tahun PSSI dikuasai mafia, itu merupakan rahasia umum, kata Djohar Arifin. "Imbasnya ke masa depan. Medali Sea Games sudah bertahun-tahun tidak bisa kita raih," imbuhnya.
Agar praktek mafia sepakbola tak bisa berkembang lagi, ruang gerak pelaku-pelakunya mulai dibatasi. Djohar menyebut kalau di bawah kepengurusannya PSSI sudah mengumpulkan wasit dan menegaskan keinginan untuk menciptakan iklim sepakbola yang bersih dari mafia dan pengaturan pertandingan
"Tekad kami adalah mengembalikan sepakbola ke sportivitas. Maka ada kongres sepakbola nasional 20 Maret 2010 di Malang," ungkap Djohar.
Masih terkait mafia sepakbola, Ketua KPSI La Nyalla Mattalitti juga menyuarakan upayanya membersihkan kompetisi ISL.
"Saya tidak mau lihat masa lalu (terkait temuan SOS). Yang penting saya sekarang ini Ketua PSSI Ancol dan sekarang ini jangan sampai kebobolan mafia bola. Kami sudah menentukan 16 wasit utama untuk jadi wasit ISL. Ada sistem yang mengacak wasit untuk memimpin pertandingan, wasit sudah diumumkam seminggu sebelum pertandingan. Kami Mengumpulkan dan mengunci wasit."
"Saya punya tim 10 orang, 10 komputer bayaran saya sendiri. Kalau ada wasit main-main nanti kita croscek. Ada klub yang tak mau kalah, lalu menyebutnya difitnah. Dulu tuan rumah selalu menang, sekarang sudah biasa kalau kalah atau imbang," papar La Nyalla.
Melakukan penyelidikan sejak 2011, SOS mengungkapkan kalau hampir seluruh pelaku sepakbola di tanah air terlibat dalam pengaturan pertandingan. Aksi pengaturan pertandingan diklaim sudah ada sejak periode 1980-an, namun tren pelakunya mengalami perubahan yang pada awalnya dilakukan pemain, wasit dan kini ke pengurus klub dan asosiasi.
Penelitian dari SOS itu dilengkapi dengan hasil wawancara dan testimoni para pelakunya. Mulai dari perangkat pertandingan, pemain, pengurus klub, hingga pengurus daerah dan pengurus pusat induk olahraga federasi olahraga.
Salah satu kasus yang termuat dalam laporan SOS itu adalah yang melibatkan Ketua Komisi Disiplin PSSI di periode kepemimpinan Nurdin Halid, Togar Manahan Nero dengan pengurus Penajam Medan Jaya. Togar dikabarkan menerima suap Rp 100 juta hingga akhirnya dipecat dari kepungurusan PSSI.
"Tahun 80-an pelakunya adalah pemain dan wasit. Di tahun 90-an karena gaji pemain sudah mulai membaik pelakunya adalah wasit. Sementara akhir tahun 90-an hingga sekarang pelakunya adalah pengurus PSSI," sahut Apung Widadi dari SOS dalam talkshow Mata Najwa yang tayang di MetroTV, Rabu (30/1/2013) malam WIB.
Atas hasil penelitian SOS ini, Menteri Olahraga, Roy Suryo, memang tak menampiknya. Roy juga mengaku tak terkejut dengan adanya praktek mafia di sepakbola Indonesia.
"Saya tidak terkejut (dengan praktek mafia sepakbola), saya berterima kasih kepada SOS karena bisa mengungkapnya," jelas Roy dalam perbincangan di sebuah talk show, (Kamis 30/1/2013) malam WIB.
Senada dengan Roy, Ketua PSSI, Djohar Arifin, juga membenarkan kabar mengenai adanya mafia bola. Bahkan, imbas dari praktek itu, disebutkan Djohar sebagai penghambat sepakbola Indonesia tak kunjung memetik prestasi.
"Sudah 20 tahun PSSI dikuasai mafia, itu merupakan rahasia umum, kata Djohar Arifin. "Imbasnya ke masa depan. Medali Sea Games sudah bertahun-tahun tidak bisa kita raih," imbuhnya.
Agar praktek mafia sepakbola tak bisa berkembang lagi, ruang gerak pelaku-pelakunya mulai dibatasi. Djohar menyebut kalau di bawah kepengurusannya PSSI sudah mengumpulkan wasit dan menegaskan keinginan untuk menciptakan iklim sepakbola yang bersih dari mafia dan pengaturan pertandingan
"Tekad kami adalah mengembalikan sepakbola ke sportivitas. Maka ada kongres sepakbola nasional 20 Maret 2010 di Malang," ungkap Djohar.
Masih terkait mafia sepakbola, Ketua KPSI La Nyalla Mattalitti juga menyuarakan upayanya membersihkan kompetisi ISL.
"Saya tidak mau lihat masa lalu (terkait temuan SOS). Yang penting saya sekarang ini Ketua PSSI Ancol dan sekarang ini jangan sampai kebobolan mafia bola. Kami sudah menentukan 16 wasit utama untuk jadi wasit ISL. Ada sistem yang mengacak wasit untuk memimpin pertandingan, wasit sudah diumumkam seminggu sebelum pertandingan. Kami Mengumpulkan dan mengunci wasit."
"Saya punya tim 10 orang, 10 komputer bayaran saya sendiri. Kalau ada wasit main-main nanti kita croscek. Ada klub yang tak mau kalah, lalu menyebutnya difitnah. Dulu tuan rumah selalu menang, sekarang sudah biasa kalau kalah atau imbang," papar La Nyalla.
yang seharusnya naungan PSSI ada dimana sekarang?... kepada per-orangan atau di bawah Menpora/KOI. kenapa sekarang ini PSSI sperti mafia, dua mafia yang ingin mengumpulkan uang dari PSSI yang sama-sama ngotot diakui FIFA? saya berharap Menpora menghapus PSSI & KPSI dan membentuk Lembaga Olahraga yang baru dan benar-benar di bawah naungan Pemerintahan Menpora/KOI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar