Selamat Datang di Website blogger Jhon Demos Silalahi

26 Des 2012

LSI: Kekerasan dan Diskriminasi Meningkat di Era SBY

Kurun 2005-2012 terjadi 14.083 kasus atau 210 pertahun.

 Kekerasan dan diskriminasi terhadap minoritas meningkat di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian survei yang dilansir Lingkaran Survei Indonesia (LSI) bekerja sama dengan Yayasan Denny JA bertajuk "Dicari Capres 2014 yang melindungi keberagaman" di Kantor LSI, Jalan Pemuda, Jakarta, Minggu 23 Desember 2012.

Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, mengatakan sepanjang 1998-2004 (era pra-SBY) terjadi 915 kasus kekerasan diskriminasi atau 150 kali dalam setahun. Sementara, sepanjang 2005-2012 di era kepemimpinan SBY, kekerasan terdahap kaum minoritas meningkat sebanyak 14.083 kasus.
"Yang artinya terjadi 210 kasus pertahun," kata Novri.
Survei ini menggunakan metode mutistage random sampling dengan menggunakan instrumen Quick Poll LSI. Menggunakan 440 responden diambil dari semua provinsi di Indonesia. Margin error survei ini 4,8 persen.
Menurut Novri, perubahan era orde baru ke reformasi mengalami perubahan politik dimana ditandai dengan pergeseran kekerasan dan diskriminasi dari kekerasan ideologis ke kekerasan primordial.
"Di Orde Baru kekerasan yang menonjol adalah diskriminasi atau penganut kemunisme, pemerintah bahkan aktif terlibat dalam diskriminasi itu dalam bentuk pelarangan ideologi komunisme, kebijakan bersih lingkungan dan sebagainya," katanya.
Kekerasan primordial ini terjadi karena adanya perbedaan identitas, terutama isu agama dan etnis. Pelakunya adalah masyarakat versus masyarakat sendiri. 
"Pemerintah memang umumnya tidak menjadi pelaku aktif dalam kekerasan horizontal itu," lanjutnya.
Menurutnya, total terjadi 2398 kasus yang terjadi selama reformasi. 65 persennya kasus perbedaan agama. Misalnya, konflik muslim versus kristen di Maluku, konflik muslim versus Ahmadiyah di Cikesik, atau konflik Sunny dan Syiah di Sampang.
"20 persen kekerasan terjadi untuk kasus perbedaan etnis, misalnya kekerasan antara penduduk asli dayak versus pendatang madura di Sampit, atau kekerasan massal atas etnis China di Jakarta pada Mei 1998," kata Novri.
Novri mengungkapkan, 15 persen kekerasan terhadap gender atau wanita. Misalnya, kekerasan atas wanita yang tidak menggunakan jilbab di Aceh atau perkosaan massal atas wanita Thionghoa di era reformasi. 
"Sebanyak 5 persen kekerasan atas LGBT (lesbian, gay, biseks dan transgender), misalnya kekerasan terhadap waria di beberapa lokasi," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar