Pengadilan sulit memproses kasus dari Coast Guard selama tidak ada peraturan pendukung
Harapan agar Indonesia
segera membentuk Pasukan Penjaga Pantai (Coast Guard) tampaknya masih
sulit terwujud. Pasalnya, pembentukan Coast Guard masih terganjal
masalah ketiadaan payung hukum. Padahal, pembentukan Coast Guard di
Indonesia terasa semakin mendesak untuk mengatasi kejahatan maritim yang
kian meningkat.
Demikian menurut kalangan pejabat dan pengamat pertahanan Indonesia dalam suatu seminar di Jakarta, Kamis 25 Juni 2009.
Pejabat senior Departemen Pertahanan Indonesia, Brigadir Jenderal TNI Syaiful Anwar, mengungkapkan bahwa pembentukan Coast Guard masih belum bisa diwujudkan.
Demikian menurut kalangan pejabat dan pengamat pertahanan Indonesia dalam suatu seminar di Jakarta, Kamis 25 Juni 2009.
Pejabat senior Departemen Pertahanan Indonesia, Brigadir Jenderal TNI Syaiful Anwar, mengungkapkan bahwa pembentukan Coast Guard masih belum bisa diwujudkan.
"Pada dasarnya,
pembentukan Coast Guard sudah mendapat dukungan dari berbagai pihak,
termasuk dari TNI. Namun, pembentukan itu masih perlu waktu oleh karena
terbentur kendala aturan hukum," kata Anwar dalam seminar bertajuk
"Kerjasama TNI dan Pasukan Bela Diri Jepang di Bawah Kemitraan Strategis
Baru."
"Jadi masalah ini tidak saja menyangkut perubahan tingkat operasional, namun juga pada masalah hukum," lanjut Anwar, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Kerjasama Internasional di Departemen Pertahanan.
Dia menilai bila Coast Guard dibentuk saja tanpa didukung perangkat hukum yang jelas maka akan menghadapi masalah di kemudian hari, terutama dalam menyangkut penindakan kasus. "Pengadilan tidak akan bisa menindaklanjuti kasus pelanggaran hukum yang ditangani Coast Guard bila tidak ada peraturannya," kata Anwar.
"Jadi masalah ini tidak saja menyangkut perubahan tingkat operasional, namun juga pada masalah hukum," lanjut Anwar, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Kerjasama Internasional di Departemen Pertahanan.
Dia menilai bila Coast Guard dibentuk saja tanpa didukung perangkat hukum yang jelas maka akan menghadapi masalah di kemudian hari, terutama dalam menyangkut penindakan kasus. "Pengadilan tidak akan bisa menindaklanjuti kasus pelanggaran hukum yang ditangani Coast Guard bila tidak ada peraturannya," kata Anwar.
Selama ini, pelanggaran
hukum maritim, seperti penangkapan ikan secara ilegal, hanya bisa
diproses ke pengadilan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dan
Angkatan Laut.
Dia mengungkapkan,
kendati Indonesia belum ada Coast Guard, penegakan hukum di wilayah
maritim selama ini ditangani oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla). Bakorkamla dibentuk tahun 1972 melalui Keputusan Bersama
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, Menteri
Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman, dan Jaksa Agung.
Anwar juga menilai bahwa
TNI pada dasarnya turut mendukung dibentuknya Coast Guard. Namun,
menurut dia, perlu ada reformasi yang menyeluruh agar otoritas dan
operasional Coast Guard tidak berbenturan dengan tugas TNI.
Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Ritsumeikan, Jepang, Profesor Jun Honna, menilai bahwa pembentukan Coast Guard Indonesia menimbulkan dampak strategis bagi keamanan maritim di Asia Tenggara.
"Sebagai salah satu negara pesisir di Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur perairan utama di dunia, Indonesia bisa membentuk unit Coast Guard yang bisa menjamin keamanan kapal-kapal kargo dan komersil yang melintasi perairan itu dari ancaman perompakan," kata Honna.
"Selain itu, Coast Guard merupakan unit yang efektif dalam menindak berbagai kejahatan utama lintas negara yang kini kian serius, seperti penyelundupan senjata dan narkotika, terorisme, dan perdagangan manusia," lanjut Honna, yang fasih berbahasa Indonesia.
Menurut Honna, pengamanan maritim di Selat Malaka merupakan salah satu bentuk kerjasama strategis yang diharapkan Jepang dari Indonesia.
Jepang sendiri punya kepentingan besar atas keamanan maritim di Indonesia. Pasalnya, dua jalur pengapalan minyak dari Timur Tengah menuju Jepang selalu melintasi perairan Indonesia. Jalur pertama melalui Selat Malaka, sedangkan yang lain melalui Laut Sulawesi.
Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Ritsumeikan, Jepang, Profesor Jun Honna, menilai bahwa pembentukan Coast Guard Indonesia menimbulkan dampak strategis bagi keamanan maritim di Asia Tenggara.
"Sebagai salah satu negara pesisir di Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur perairan utama di dunia, Indonesia bisa membentuk unit Coast Guard yang bisa menjamin keamanan kapal-kapal kargo dan komersil yang melintasi perairan itu dari ancaman perompakan," kata Honna.
"Selain itu, Coast Guard merupakan unit yang efektif dalam menindak berbagai kejahatan utama lintas negara yang kini kian serius, seperti penyelundupan senjata dan narkotika, terorisme, dan perdagangan manusia," lanjut Honna, yang fasih berbahasa Indonesia.
Menurut Honna, pengamanan maritim di Selat Malaka merupakan salah satu bentuk kerjasama strategis yang diharapkan Jepang dari Indonesia.
Jepang sendiri punya kepentingan besar atas keamanan maritim di Indonesia. Pasalnya, dua jalur pengapalan minyak dari Timur Tengah menuju Jepang selalu melintasi perairan Indonesia. Jalur pertama melalui Selat Malaka, sedangkan yang lain melalui Laut Sulawesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar